Aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang (UU) TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, pada Minggu malam, 23 Maret 2025. Dokumentasi/ istimewa.
Daviq Umar Al Faruq • 25 March 2025 21:52
Malang: Empat organisasi profesi jurnalis di Malang Raya, yaitu PWI, AJI, IJTI, dan PFI, mengecam tindakan kekerasan yang diduga dilakukan aparat terhadap jurnalis saat meliput aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang (UU) TNI di Kota Malang, Jawa Timur. Aksi yang berlangsung di depan Gedung DPRD Kota Malang pada Minggu malam, 23 Maret 2025 itu berakhir ricuh.
Ketua AJI Malang, Benni Indo, menyatakan mereka telah menerima laporan tindak kekerasan terhadap jurnalis mahasiswa berinisial DN. Menurut laporan, DN mengalami pemukulan, diseret, bahkan diinjak-injak oleh aparat, meskipun telah menunjukkan kartu persnya.
"Tindak kekerasan ini jauh dari kata ksatria dan mencoreng citra aparat sebagai pengayom dan pelindung," kata Benni, Selasa, 25 Maret 2025.
Selain DN, jurnalis mahasiswa lain dari LPM Kavling10 UB berinisial KI, juga dilaporkan mengalami pemukulan dan perampasan ponsel oleh aparat. Seorang jurnalis perempuan dari UAPM Inovasi UIN Maliki juga mengalami pemukulan dan pelecehan verbal.
Organisasi profesi jurnalis menilai tindakan aparat tersebut sebagai bentuk kebrutalan dalam menangani aksi massa. Mereka juga menyoroti dugaan pelecehan seksual yang terjadi saat pembubaran posko kesehatan.
"Tindakan kekerasan ini menunjukkan bahwa aparat tidak menjaga moral dan intelektualitasnya saat menangani aksi massa, sekalipun kondisinya ricuh," jelas Benni.
Mereka juga mengingatkan bahwa kebebasan pers dijamin oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, mereka menilai bahwa UU TNI yang baru disahkan berpotensi mempersempit ruang demokrasi dan mencederai supremasi sipil.
Siaran pers ini ditandatangani oleh Ketua PWI Malang Raya, Cahyono; Ketua AJI Malang, Benni Indo; Ketua IJTI Korda Malang Raya, M Tiawan; dan Ketua PFI Malang, Darmono. Dalam siaran persnya, mereka menuntut agar:
* Aparat menjaga supremasi sipil demi tata negara yang demokratis.
* Aparat tidak menggunakan kekerasan terhadap jurnalis dan demonstran.
* Aparat tidak melakukan pelecehan seksual terhadap massa aksi.
* UU TNI dibatalkan karena mencederai supremasi sipil.
* UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegakkan.
* Aparat bertanggung jawab atas aksi kekerasan dan menindak pelaku.
* Kebebasan pers dan hak-hak jurnalis dihormati dan dilindungi.