Riza Aslam Khaeron • 3 March 2025 11:38
Jakarta: Ramadan 2025 telah tiba, dan umat Islam di seluruh dunia kembali menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Dalam menjalankan puasa, terdapat berbagai pertanyaan yang sering muncul terkait hal-hal yang dapat membatalkan puasa, salah satunya adalah penggunaan inhaler bagi mereka yang mengalami gangguan pernapasan seperti asma atau flu.
Lalu, apakah menghirup inhaler membatalkan puasa? Berikut penjelasannya
Hukum Menghirup Inhaler Saat Berpuasa
Mengutip NU Online pada Senin, 3 Maret 2025, puasa tidak hanya mengharuskan seseorang untuk menahan lapar dan haus, tetapi juga meninggalkan hal-hal yang membatalkannya, seperti makan dan minum.
Para ulama menjelaskan bahwa sesuatu yang masuk ke dalam rongga tubuh melalui lubang terbuka, seperti mulut dan hidung, dapat membatalkan puasa jika memiliki unsur 'ain, yaitu benda berwujud yang masuk ke dalam tubuh.
Dalam Fathul Wahhab, Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan bahwa:
"
Meninggalkan sampainya ‘ain – tidak termasuk aroma atau rasa sesuatu yang dhahir (bukan datang dari dalam badan) – ke dalam lubang yang terbuka."
Dari penjelasan ini, sesuatu yang hanya berupa aroma atau uap tidak membatalkan puasa karena bukan termasuk 'ain.
Lebih lanjut, dalam Bughyatul Mustarsyidin, Syekh Abdurrahman Ba'alawi menjelaskan bahwa:
"
Tidak dianggap membatalkan puasa aroma yang dihirup, sebagaimana aroma asap kemenyan atau lainnya, yang terasa mencapai tenggorokan meskipun disengaja, karena bukan termasuk ‘ain (benda yang bisa membatalkan puasa)."
NU juga menjelaskan bahwa inhaler berbeda dengan obat-obatan yang masuk melalui mulut atau hidung dan memiliki partikel yang bisa mencapai lambung. Sebaliknya, inhaler hanya memberikan efek segar dan melegakan pernapasan tanpa ada kandungan zat yang masuk ke dalam sistem pencernaan.
Sehingga, dalam kajian fiqih, inhaler lebih dianggap sebagai sesuatu yang tidak membatalkan puasa, seperti halnya seseorang yang menghirup aroma makanan atau wangi-wangian tertentu. Meski begitu, dalam keadaan darurat atau kebutuhan medis, pengguna inhaler tetap diperbolehkan menggunakan alat ini tanpa harus khawatir puasanya batal.
Perbedaan Inhaler dan Rokok dalam Puasa
Dalam artikel NU Online Jatim, kitab I'anat al-Thalibin Juz 4, halaman 260, menyebutkan bahwa inhaler yang digunakan melalui hidung tidak membatalkan puasa karena hanya berupa aroma atau uap dan bukan benda berwujud yang masuk ke dalam tubuh.
Ini berbeda dengan rokok yang memiliki partikel nyata (ain) yang masuk ke dalam rongga tubuh, sehingga rokok membatalkan puasa.
Dalam I'anat al-Thalibin dijelaskan:
"
Tidak berbahaya sampainya aroma pada penciuman, begitu juga dari bibir seperti aroma kemenyan atau lainnya pada rongga yang tembus pencernaan meskipun disengaja karena ia bukan tergolong ‘ain (benda)."
Lebih lanjut, perbedaan antara inhaler dan rokok juga dijelaskan dalam Tanwirul Qulub, halaman 231. Disebutkan bahwa aroma atau uap yang tidak berwujud benda termasuk dalam kategori atsar (bekas, efek) dan tidak membatalkan puasa. Namun, mencium aroma tertentu dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan dapat masuk dalam kategori makruh:
"
Di antara kemakruhan puasa adalah menciumi aroma, karena masuk darinya sesuatu kecuali bila ada keperluan maka tidak makruh seperti juru masak dan orang mengunyahkan makanan untuk orang lainnya seperti anak kecil dan binatang."
Selain itu, inhaler digunakan untuk kebutuhan medis bagi penderita gangguan pernapasan dan tidak memberikan efek kenyang atau menggantikan makanan, sehingga tetap diperbolehkan selama puasa.
Sementara itu, rokok, vape, dan benda serupa mengandung zat padat dan partikel yang masuk ke dalam tubuh serta memberikan efek kenyang atau menggantikan makanan, sehingga hukumnya membatalkan puasa.
Berdasarkan berbagai pendapat ulama, penggunaan inhaler saat berpuasa tidak membatalkan puasa karena hanya berupa aroma atau uap yang tidak masuk ke dalam tubuh sebagai benda berwujud. Namun, pengguna inhaler tetap dianjurkan untuk menggunakannya seperlunya dan jika memungkinkan, menggunakannya di luar waktu puasa untuk menjaga kehati-hatian.