PBB: Tingkat Kelaparan Gaza Terburuk di Dunia

Warga Gaza berebut ambil bantuan akibat krisis yang disebabkan perang Gaza. (Arsip PBB)

PBB: Tingkat Kelaparan Gaza Terburuk di Dunia

Riza Aslam Khaeron • 31 May 2025 16:24

Jenewa: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa Jalur Gaza kini menjadi "tempat dengan kelaparan terburuk di bumi" seiring terus berlanjutnya blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.

Melansir laman resmi PBB tanggal 30 Mei 2025, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Jens Laerke mengatakan dalam konferensi pers di Jenewa bahwa "Gaza adalah tempat paling lapar di bumi."

Ia menegaskan bahwa Gaza merupakan satu-satunya wilayah di dunia yang seluruh populasinya berada dalam risiko kelaparan.

"Operasi bantuan yang kami siap jalankan kini dibatasi secara operasional, menjadikannya salah satu operasi bantuan paling terhambat, bukan hanya di dunia saat ini, tetapi juga dalam sejarah modern," ujar Laerke, Jenewa, 30 Mei 2025.

Dari hampir 900 truk bantuan yang disetujui untuk masuk dari sisi Israel sejak pembukaan kembali perlintasan Kerem Shalom, kurang dari 600 yang berhasil dibongkar di sisi Gaza. Lebih sedikit lagi yang benar-benar dapat didistribusikan akibat rute yang padat dan tidak aman serta lambatnya proses persetujuan dari otoritas Israel.

"Yang terjadi saat ini hanyalah tetesan bantuan," tegas Laerke. "Ini adalah aliran bantuan makanan ke wilayah yang berada di ambang kelaparan katastropik."

Ia juga mengungkapkan bahwa banyak truk bantuan diserbu warga Gaza yang putus asa di tengah perjalanan.

"Itu adalah reaksi bertahan hidup dari orang-orang yang ingin memberi makan keluarganya," ujarnya.

"Saya tidak menyalahkan mereka sedikit pun karena bantuan itu memang hak mereka," tambahnya.

Sebelumnya, kerumunan massa yang kelaparan dilaporkan menyerbu gudang Program Pangan Dunia (WFP) di Deir Al-Balah, Gaza Tengah. Insiden tersebut menyebabkan dua orang tewas. WFP kembali memperingatkan bahwa keterbatasan bantuan dapat menimbulkan risiko besar bagi populasi yang membutuhkan.
 

Baca Juga:
Israel Blokir Delegasi Saudi Mengunjungi Tepi Barat, Palestina

Laerke menegaskan bahwa PBB dan para mitra memiliki "puluhan ribu palet makanan dan bantuan penyelamatan nyawa" yang sudah siap masuk ke Gaza.

"Bantuan ini sudah dibayar oleh para donor dunia dan mereka mengharapkan kami untuk menyalurkannya atas nama mereka. Bantuan ini sudah disetujui dan siap untuk bergerak," ujarnya.

Namun, upaya tersebut makin terhambat oleh skema distribusi baru yang didukung AS dan Israel melalui lembaga swasta bernama Gaza Humanitarian Foundation.

Menurut Kepala OCHA untuk wilayah Palestina, Jonathan Whittall, skema ini adalah bentuk "kelangkaan yang direkayasa" karena hanya beroperasi di empat titik distribusi yang dijaga kontraktor keamanan swasta asal AS, serta hanya melayani mereka yang bisa menempuh perjalanan jauh untuk sampai ke lokasi.

Laerke menyebut pendekatan alternatif ini "tidak bekerja" karena tidak memenuhi kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.

"Ini melanggar prinsip dasar kemanusiaan yakni imparsialitas," ujarnya.

"Ini menciptakan kekacauan, dan situasi yang sangat berbahaya bagi warga sipil," tambahnya.

Ia memperingatkan bahwa bahkan setelah seseorang berhasil mengambil paket bantuan, mereka tetap berisiko diserang saat kembali karena kelangkaan ekstrem telah menciptakan situasi yang tidak terkendali.

"Apakah Anda menjadi target penjarah setelah itu? Ya, Anda akan jadi sasaran," tegasnya.

Lebih dari 80 persen wilayah Gaza kini berada dalam zona militer Israel atau berada di bawah perintah pengungsian. Sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas runtuh pada 18 Maret 2025, lebih dari 635.000 warga Gaza kembali mengungsi.

Komite Hak-Hak Rakyat Palestina di Majelis Umum PBB juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas eskalasi korban jiwa dan memburuknya kondisi kemanusiaan. Mereka menolak skema Gaza Humanitarian Foundation sebagai bentuk upaya mengabaikan peran PBB dan lembaga-lembaga resminya.

"Tonggak menyedihkan ini harus menjadi saat perenungan dan kejernihan moral," tegas pernyataan Komite PBB, menandai 600 hari perang sejak 7 Oktober 2023.

PBB menyerukan kepada seluruh negara anggota untuk segera bertindak, mengakhiri perang, dan membuka akses penuh tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan demi menyelamatkan dua juta nyawa warga Palestina yang terancam.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)