Bolehkah Memberi Daging Kurban untuk Non-Muslim? Ini Penjelasannya

Suasana keramaian hewan kurban di Pasar Hewan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025).(MI/Susanto)

Bolehkah Memberi Daging Kurban untuk Non-Muslim? Ini Penjelasannya

Riza Aslam Khaeron • 5 June 2025 15:21

Jakarta: Hari raya Iduladha, yang tahun ini jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025, menjadi momen umat Islam di seluruh dunia untuk melaksanakan ibadah kurban. Ibadah ini tidak hanya dimaknai sebagai simbol ketaatan kepada Allah SWT, tetapi juga sarana mempererat solidaritas sosial melalui pembagian daging kurban kepada masyarakat.

Namun, dalam praktiknya, sering timbul pertanyaan: apakah daging kurban boleh diberikan kepada non-Muslim?

Pertanyaan ini kian relevan dalam masyarakat Indonesia yang hidup berdampingan dalam keberagaman. Bahkan, sebagian umat merasa ragu apakah tindakan tersebut sah, mengingat adanya perbedaan status agama antara pemberi dan penerima. Sebagian lain merasa bahwa berbagi dalam momen Iduladha justru bisa memperkuat hubungan antartetangga. Berikut penjelasannya.
 

Ulama Terbelah: Ada yang Melarang, Ada yang Membolehkan

Pertanyaan ini pernah diajukan oleh seorang Muslim di Ciledug kepada rubrik Bahtsul Masail NU Online. Ia menanyakan hukum membagikan daging kurban kepada tetangganya yang non-Muslim, dengan latar hubungan yang rukun dan saling membantu.

Menanggapi hal ini, NU Online pada 11 September 2016 menjelaskan bahwa terdapat dua pandangan utama dalam khazanah fikih Islam. Pandangan pertama melarang secara mutlak pemberian daging kurban kepada non-Muslim. Pandangan ini mengacu pada teks dalam kitab Nihayatul Muhtaj yang berbunyi:

"...tidak boleh memberikan makan dengan daging kurban kepada orang kafir secara mutlak..." Disebutkan pula, "Apabila seseorang berkurban untuk orang lain atau ia menjadi murtad, maka ia tidak boleh memakan daging kurban tersebut..." (Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, juz VIII, hlm. 141).

Kutipan ini menunjukkan bahwa menurut sebagian ulama, sebagaimana orang kafir termasuk murtad dilarang menerima daging kurban. 

Pandangan ini menganggap bahwa daging kurban adalah dhiyafatullah, jamuan dari Allah SWT khusus bagi kaum Muslimin. Oleh karena itu, memberikan daging tersebut kepada non-Muslim dianggap bertentangan dengan tujuan utama kurban, yakni menunjukkan kasih sayang dan solidaritas sesama Muslim.
 

Madzhab Syafi'i dan Pendapat yang Memperbolehkan

Namun demikian, pandangan kedua menyatakan kebolehan memberikan daging kurban kepada non-Muslim, dengan sejumlah syarat. Pendapat ini juga merujuk pada Madzhab Syafi'i, dan ditegaskan oleh para ulama seperti Imam Al-Hasanul Bashri, Abu Tsaur, serta ulama kelompok rasionalis (ashhabur ra'yi). Dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dijelaskan:

"Pasal: dan boleh memberikan makan dari hewan kurban kepada orang kafir. Inilah pandangan yang dikemukakan oleh Al-Hasanul Bashri, Abu Tsaur... karena itu adalah makanan yang boleh dimakan, maka boleh memberikan kepada kafir dzimmi sebagaimana semua makanannya," (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz XI, hlm. 105).

Imam Malik sendiri berpendapat bahwa orang kafir tidak diprioritaskan sebagai penerima, namun tidak secara tegas melarang pemberian tersebut. Bahkan, Imam Al-Laits dan ulama lainnya menganggap hal itu boleh selama bukan bagian dari sedekah wajib seperti zakat atau kurban nazar.
 
Baca Juga:
Berkurban Sebelum Hari Raya Iduladha? Ini Hukumnya
 

Kurban Sunah Boleh Diberikan, Kurban Wajib Tidak

Perbedaan pendapat ini menurut NU Online, pada dasarnya berakar pada klasifikasi kurban. Jika kurban termasuk dalam kategori sunah, maka ruang toleransi menjadi lebih luas. Daging dari kurban sunah dapat dibagikan kepada non-Muslim yang bukan harbi, yakni non-Muslim yang tidak memusuhi umat Islam.

Sementara itu, untuk kurban wajib seperti kurban karena nazar, maka tidak boleh diberikan kepada non-Muslim karena kurban wajib dipersamakan dengan zakat yang harus ditujukan khusus kepada yang berhak.

Ini menjadi penekanan penting dalam konteks sosial masyarakat Indonesia yang majemuk. Apabila seorang Muslim hendak menunjukkan kasih sayang dan kebaikan kepada tetangga non-Muslim dalam suasana Iduladha, ia dapat melakukannya asalkan kurban yang ia tunaikan tergolong sunah dan dilakukan dengan niat sedekah, bukan sebagai bagian dari kewajiban ibadah murni.

Jawaban yang disampaikan NU Online ini menunjukkan adanya ruang toleransi dan kearifan dalam pelaksanaan ibadah kurban, asalkan tetap berada dalam batas-batas syariat.

Dengan memahami konteks dan ketentuan fikih ini, semoga semangat Iduladha 6 Juni 2025 dapat semakin memperkuat ukhuwah, baik sesama Muslim maupun dengan non-Muslim yang hidup berdampingan secara damai.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)