Rusia Sahkan UU Kontroversial soal Pencarian Konten Ekstremis Daring

Ilustrasi pencarian daring. (Metrotvnews.com)

Rusia Sahkan UU Kontroversial soal Pencarian Konten Ekstremis Daring

Willy Haryono • 23 July 2025 12:37

Moskow: Parlemen Rusia menyetujui undang-undang baru yang menetapkan denda bagi warga yang mencari konten “ekstremis” secara daring, termasuk melalui layanan VPN. Kebijakan ini memicu kritik luas karena dinilai dapat memperluas penyensoran negara dan menimbulkan ketidakpastian soal privasi digital.

Dewan rendah parlemen Rusia mengesahkan aturan tersebut pada Selasa, 22 Juli 2025, dengan ancaman denda hingga 5.000 rubel atau sekitar Rp 1 juta. 

Undang-undang ini menargetkan siapa pun yang “secara sadar” mencari materi ekstremis yang tercantum dalam daftar resmi Kementerian Kehakiman Rusia, dokumen sepanjang lebih dari 500 halaman yang mencakup entitas seperti Yayasan Antikorupsi milik almarhum tokoh oposisi Alexei Navalny, gerakan LGBT internasional, dan raksasa teknologi AS, Meta Platforms.

Meskipun dirancang untuk membatasi akses terhadap konten ekstremis, sejumlah pihak khawatir aturan ini akan berdampak lebih luas dan membuka celah bagi pelanggaran hukum yang lebih serius.

Langkah ini juga memperbesar kemungkinan pelarangan terhadap layanan pesan asing, seperti WhatsApp. Sejumlah legislator menyatakan bahwa WhatsApp, milik Meta kemungkinan besar akan masuk dalam daftar perangkat lunak yang dibatasi di Rusia.

Mengutip dari Japan Times, Rabu, 23 Juli 2025, Menteri Pembangunan Digital Maksut Shadaev menyatakan, penegak hukum harus membuktikan bahwa pengguna memiliki niat untuk mencari konten ekstremis agar dapat dikenai sanksi. Ia menambahkan, penggunaan platform seperti WhatsApp atau Google tidak otomatis dianggap pelanggaran.

Namun, banyak pihak meragukan bagaimana pihak berwenang bisa menilai “niat” pencarian secara daring. “Hukum ini masih sangat kabur dan bisa membuka ruang untuk pemerasan atau penipuan,” kata Yekaterina Mizulina dari Liga Internet Aman Rusia, lembaga yang sebelumnya mendapat dukungan pemerintah.

Pendiri lembaga hak digital Roskomsvoboda, Sarkis Darbinyan, memperkirakan banyak warga akan mulai menghapus aplikasi tertentu atau berhenti mengikuti kanal informasi yang sensitif. “Tujuan utama dari hukum ini adalah menciptakan ketakutan dan ketidakpastian agar warga melakukan swasensor,” ujarnya.

Pemerintah Rusia memang telah lama mendorong “kedaulatan digital” dengan mempromosikan layanan lokal, termasuk aplikasi pesan baru bernama MAX. Namun, sebagian besar masyarakat masih mengandalkan platform asing.

Kebijakan ini tak hanya dikritik oleh kelompok hak digital dan lembaga independen. Tokoh oposisi Boris Nadezhdin bahkan memimpin aksi protes di luar gedung Duma pada hari pengesahan undang-undang. Ia berjanji akan melanjutkan aksi penolakan saat RUU ini dibahas di Dewan Federasi (majelis tinggi parlemen) sebelum mulai berlaku pada 1 September mendatang.

“Penolakan terhadap undang-undang ini mencerminkan keresahan besar dalam masyarakat Rusia,” kata Nadezhdin. Ia merujuk pada jumlah suara menolak yang cukup besar, 67 anggota parlemen menolak dan 22 lainnya abstain. Undang-undang disahkan dengan 68 persen suara dukungan, angka yang tergolong rendah di parlemen Rusia yang biasanya nyaris bulat mendukung kebijakan pemerintah. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Korban Tewas Aksi Teror di Rusia Sentuh Angka 115

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)