Karnaval Budaya di Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu malam, 23 Juli 2025. Dokumentasi/ Polres Batu.
Surabaya: Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) tengah menyiapkan regulasi khusus untuk mengatur penggunaan sound horeg yang marak di sejumlah wilayah Jatim. Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan pentingnya penataan terhadap fenomena sound horeg demi menjaga ketertiban umum serta melindungi kesehatan masyarakat.
"Kami mendengarkan paparan dari berbagai pihak, mulai dari sudut pandang agama, budaya, hukum, lingkungan, hingga kesehatan. Semua sepakat bahwa penggunaan sound horeg perlu ditata dengan bijak dan terukur,” kata Khofifah, Jumat, 25 Juli 2025.
Fenomena sound horeg, yang identik dengan penggunaan pengeras suara bervolume sangat tinggi di berbagai acara hiburan rakyat, dinilai telah mengganggu kenyamanan masyarakat. Bahkan, suara yang kerap mencapai di atas 85 hingga 100 desibel dinilai membahayakan kesehatan jika berlangsung dalam waktu lama.
Khofifah menyebut beberapa daerah yang cukup masif menggunakan
sound horeg seperti Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, hingga Malang. Oleh karena itu, payung hukum yang jelas seperti Peraturan Gubernur (Pergub), Surat Edaran, atau Surat Edaran Bersama akan segera ditetapkan.
"Bentuk regulasinya masih akan dikaji oleh tim, namun harus diselesaikan secepatnya. Karena bulan Agustus ini banyak kegiatan peringatan kemerdekaan yang biasanya melibatkan penggunaan
sound horeg. Maka 1 Agustus sudah harus final,” tegas Khofifah.
Menurut Khofifah, regulasi yang akan disusun tak hanya bersifat larangan semata, tetapi juga akan memuat batasan teknis seperti tingkat desibel maksimal, durasi penggunaan, serta aspek lokasi dan waktu pelaksanaan agar tetap menghormati ruang publik.
Tim khusus ini melibatkan unsur Polda Jatim, MUI Jatim, Kanwil Kemenkumham, kalangan medis, hingga pakar lingkungan. Tujuannya, agar regulasi yang dihasilkan memiliki kekuatan yuridis dan legitimasi sosial yang kuat, serta menjadi rujukan daerah dalam menyusun kebijakan lokal.
Sementara itu, Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak menambahkan, arahan Gubernur dalam rapat sangat jelas dan tegas. Pemprov ingin memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan penyelenggara acara terkait batasan penggunaan
sound system.
"Terminologi 'horeg' ini masih multitafsir. Maka kita kembalikan pada aturan dan teknis pengukuran.
Sound system itu sah saja, asalkan tidak melampaui ambang batas yang ditentukan,” kata Emil.