Rusia dan Ukraina sepakat tukar tahanan militer dan sipil. Foto: The New York Times
Fajar Nugraha • 24 July 2025 07:28
Moskow: Ukraina dan Rusia pada Rabu 23 Juli 2025 sepakat untuk menukar 1.200 tahanan tambahan dari masing-masing pihak. Pertukaran termasuk dilakukan terhadap personel militer dan sipil.
"Hasil utamanya: pertukaran tidak hanya personel militer, tetapi juga warga sipil," demikian dikutip dari sumber yang tidak disebutkan namanya, seperti dilaporkan kantor berita TASS, Kamis 24 Juli 2025.
Kesepakatan ini merupakan satu-satunya hasil konkret dari putaran ketiga perundingan damai di Istanbul antara kedua negara yang bermusuhan tersebut. Perundingan sebelumnya juga menghasilkan kesepakatan tentang pertukaran tahanan.
Media pemerintah Rusia melaporkan bahwa perundingan damai hari Rabu berlangsung kurang dari satu jam.
Sebelum pertemuan, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan ia memperkirakan perundingan akan "sangat sulit".
"Tidak ada yang mengharapkan jalan yang mudah," tambah Peskov.
Ketua negosiator Moskow, Vladimir Medinsky, pada hari Rabu mengatakan bahwa posisi Ukraina dan Rusia dalam mengakhiri perang masih jauh berbeda, lebih dari tiga tahun setelah invasi Rusia.
"Kami membahas panjang lebar posisi yang ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam memorandum yang diserahkan terakhir kali. Posisi mereka masih cukup jauh. Kami sepakat untuk melanjutkan kontak," ujar Medinsky kepada para wartawan.
Medinsky mengatakan Rusia telah menawarkan gencatan senjata kepada Kyiv yang berlangsung antara 24 jam dan 48 jam agar pasukan dari kedua belah pihak dapat mengevakuasi korban tewas dan luka, dan bahwa Rusia siap menyerahkan 3.000 jenazah tentara tambahan.
Para negosiator Kyiv di Istanbul mengusulkan pertemuan langsung antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan mitranya dari Rusia Vladimir Putin pada akhir Agustus, ungkap kepala negosiator Ukraina Rustem Umerov kepada media.
"Prioritas utama adalah menyelenggarakan pertemuan para pemimpin, para presiden, dengan partisipasi (Presiden AS Donald) Trump dan (Presiden Turki Recep Tayyip) Erdogan," kata Umerov.
“Ukraina siap untuk gencatan senjata dan meminta Rusia untuk menunjukkan pendekatan yang konstruktif dan realistis,” tambah Umerov.
Rusia meyakini pertemuan puncak antara para pemimpin seharusnya hanya digunakan untuk menandatangani dokumen, bukan untuk mengadakan diskusi, kata Medinsky.