Direktur Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, Abu Rokhmad. Dok. Kemenag
Achmad Zulfikar Fazli • 20 November 2025 17:29
Jakarta: Kementerian Agama menggelar Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an sebagai forum uji publik terhadap penyempurnaan tafsir yang tengah melalui proses pembaruan. Kegiatan itu menghadirkan puluhan pakar tafsir, ulama, akademisi, dan perwakilan lembaga keagamaan untuk memberikan masukan atas rancangan tafsir terbaru Kemenag.
Penyempurnaan tafsir dilakukan untuk menjawab dinamika sosial-keagamaan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat. Panitia pelaksana dalam laporannya menyampaikan bahwa perubahan sosial, kemunculan isu-isu kontemporer, serta kebutuhan umat terhadap tafsir yang relevan menjadi alasan utama penyegaran tafsir dilakukan.
Kegiatan ini digelar Direktorat Urusan Agama Islam dan Bina Syariah bekerja sama dengan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dan Badan Moderasi Beragama. Sejak dimulai pada Juli 2025, tim penyusun telah merampungkan tiga juz awal dari total 30 juz yang ditargetkan selesai pada 2027–2028.
Sekitar 54 narasumber hadir dalam forum ini, mewakili berbagai unsur seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), perguruan tinggi keagamaan negeri dan swasta, pesantren, hingga pusat studi Al-Qur’an. Beragam disiplin ilmu turut dilibatkan, mulai dari tafsir, hadis, falak, hingga kajian sosial-keagamaan.
“Hari ini sudah menyelesaikan tiga tafsir dari rencananya akan 30 juz. Mungkin sekitar tahun 2027 atau 2028, kita akan memiliki Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama yang paling baru,” ujar Direktur Jenderal Bimas Islam, Abu Rokhmad, dalam laporannya, dilansir pada Kamis, 20 November 2025.
Abu mengatakan penyempurnaan tafsir merupakan bagian dari tanggung jawab Kemenag dalam menyediakan rujukan keagamaan yang kredibel bagi masyarakat.
“Ini kegiatan yang cukup besar, sifatnya akademik, yaitu pertemuan ulama tafsir Al-Qur’an seluruh Indonesia. Kementerian Agama sedang melakukan penyempurnaan Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama yang usianya sudah lebih dari 20 tahun. Sedang kita lakukan review atau penyempurnaan,” ujar dia.
Dia mengakui proses penyusunan tafsir secara kolaboratif memiliki tantangan tersendiri karena melibatkan berbagai pandangan keilmuan. Meski demikian, menurut dia, keragaman tersebut justru menjadi kekuatan dalam menghasilkan tafsir yang lebih komprehensif dan dapat diterima secara luas.
“Kami sangat mengapresiasi kontribusi para ulama, pakar, dan seluruh narasumber yang mencurahkan pikirannya untuk penyempurnaan tafsir ini,” kata Abu.
Baca Jiga:
Menag Minta Tidak Ada Dikotomi Antara Sekolah Umum dan Madrasah |