Kehancuran akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza. (Anadolu Agency)
Gaza: Jumlah korban tewas akibat perang Israel melawan kelompok pejuang Palestina Hamas di Jalur Gaza jauh lebih tinggi dibanding angka resmi, menurut analisis para peneliti di London School of Hygiene and Tropical Medicine yang diterbitkan di jurnal The Lancet.
Analisis tersebut, yang diterbitkan pada Kamis lalu, memperkirakan bahwa antara Oktober 2023 dan Juni 2024, terdapat lebih dari 64.000 kematian warga Palestina yang disebabkan kekerasan di Gaza, yang menunjukkan bahwa Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut tidak melaporkan jumlah korban tewas tambahan sebesar 41 persen. Angka resmi untuk periode tersebut adalah 37.877 kematian.
Sekitar 59 persen dari korban tewas adalah perempuan, anak-anak atau orang tua, menurut laporan Lancet yang telah ditinjau sejawat (peer-reviewed), yang secara kasar sejalan dengan perkiraan lainnya. Analisis tersebut tidak mengidentifikasi jumlah pejuang Hamas di antara korban tewas.
Mengutip dari voanews, Sabtu, 11 Januari 2025, analisis terpisah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap lebih dari 8.000 kematian terverifikasi antara November 2023 hingga April 2024 menyimpulkan bahwa 44 persen korban adalah anak-anak, dan 26 persen adalah perempuan.
Metode Penelitian
Para peneliti dalam laporan Lancet menggunakan teknik ilmiah yang disebut analisis
capture-recapture, di mana tiga sumber berbeda saling merujuk. Semakin sedikit tumpang tindih antara sumber, semakin besar kemungkinan banyak kematian tidak tercatat.
“Metode ini menggunakan beberapa sumber data (daftar) dengan informasi pengenal yang memadai untuk menghubungkan catatan secara akurat, mengidentifikasi kasus yang tumpang tindih, dan menyimpulkan jumlah kasus (kematian) yang sebenarnya, termasuk yang tidak ditampilkan dalam daftar mana pun, berdasarkan model statistik,” kata laporan itu.
Sumber data pertama berasal dari daftar jenazah yang diidentifikasi di rumah sakit dan kamar mayat milik Kementerian Kesehatan
Palestina; sumber kedua adalah survei daring yang didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan yang meminta kerabat untuk mencatat anggota keluarga yang meninggal; dan daftar ketiga disusun dari berita kematian yang diunggah di situs media sosial seperti Instagram dan Facebook.
Kematian tidak langsung
Data tersebut tidak mencakup warga Palestina yang meninggal karena sebab-sebab yang secara tidak langsung terkait perang di Gaza.
“Jadi pada kenyataannya, jumlah kematian mungkin lebih tinggi jika kita juga memasukkan masalah tidak adanya akses terhadap perawatan kesehatan, serangan jantung, penyakit menular, perawatan ibu, ibu hamil yang tidak bisa mendapatkan akses ke persalinan yang layak, dan sebagainya,” kata salah satu penulis laporan, Zeina Jamaluddine, dari London School of Hygiene and Tropical Medicine.
Analisis tersebut juga mengecualikan orang-orang yang hilang. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan memperkirakan bahwa 10.000 warga Palestina hilang di bawah reruntuhan dan diduga tewas.
Teknik capture-recapture kembali telah digunakan untuk memperkirakan kematian dalam konflik lain, kata Jamaluddine.
“Teknik ini telah digunakan di Sudan dan Yaman. Teknik ini juga telah digunakan di Kosovo — dan sebagian bukti ini telah digunakan di ICJ),” sambungnya, merujuk pada Mahkamah Internasional.
Baca juga:
Miris! Tujuh Bayi Gaza Meninggal Dunia di Tengah Cuaca Dingin