Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Dok. Metrotvnews.com).
Bandung: Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dinilai terlalu depan dalam menangani permasalahan yang ada di kabupaten/kota. Bahkan kewenangan bupati/wali kota saat ini telah diambil Dedi Mulyadi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.
Guri besar dari Universitas Padjajaran (Unpad), Prof Muradi mengatakan, Dedi Mulyadi kerap beraksi langsung menangani berbagai persoalan di daerah salah satunya penataan trotoar di Kota Bandung. Padahal hal itu merupakan kewenangan dari Pemerintah Kota Bandung untuk menertibkan bangunan liar dan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di atas trotoar.
"Kalau jalan itu ada kewenangannya provinsi dan kabupaten kota, jadi memang publik kadang-kadang tidak terlalu paham, kita akui itu. Kadang-kadang ini jalan kewenangannya siapa sih? Tapi jangan lupa bahwa trotoar itu menjadi kewenangan kabupaten/kota," ujar Muradi di Bandung, Selasa, 22 April 2025.
Muradi menuturkan, terdapat batasan kewenangan kerja terutama bagi gubernur yang tertuang dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu poinnya, lanjut Muradi, terkait adanya batasan kewenangan kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Karena gubernur itu kepanjangan dari pemerintah pusat, hanya kewenangan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan bahwa ada kewenangan batasan yang memang ada kewenangan kabupaten/kota full, ada ya memang kewenangan pusat yang kemudian dilimpahkan ke provinsi. Nah itu kira-kira termasuk enggak, saya kira enggak, karena itu masih urusan kabupaten/kota," bebernya.
Muradi menilai, aksi Dedi Mulyadi dikhawatirkan menjadi pengawasan yang berlebihan hingga yang membuat bupati/wali kota dianggap tidak berfungsi oleh masyarakat. Meskipun, lanjut Muradi, yang dilakukan Dedi Mulyadi saat ini mendapat reaksi positif dari masyarakat.
"Tinggal dilihat saja sebenarnya bahwa langkah kang Dedi apakah itu tidak overload, overackting atau tidak. Saya khawatirnya kang Dedi itu overlaping dengan kerja-kerja oleh kabupaten/kota, misal di Kota Bandung itu trotoar, PKL ya memang kewenangan di kabupaten/kota atau Kota Bandung itu sendiri. Tinggal dilihat sendiri kalau orang (masyarakat) merasa misalnya (bupati/wali kota) enggak kelihatan, ya jangan-jangan Kang Dedinya overlap," ungkap Muradi.
Namun aksi Dedi Mulyadi tersebut pun harus menjadi pecut bagi kepala daerah di kabupaten/kota termasuk Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, untuk lebih peka terhadap berbagai permasalahan. Bupati/wali kota pun dianggap harus lebih berani melakukan aksi nyata sebagai publik kinerja terhadap masyarakat.
"Kalau misalnya dianggap bagus, ya memang kita paham publik tidak terlalu mengerti juga aturan yang tadi. Tapi saya kira itu bisa menjadi hal yang positif bagi kang Farhan karena itu bisa mendorong," tandas Muradi.