Ilustrasi--Monyet liar di hutan Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat, 30 Agustus, 2019. (MI/PIUS ERLANGGA)
Samarinda: Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) melarang aktivitas masyarakat yang memberi makan satwa liar di sekitar wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) terutama di jalur pintu masuk IKN, di KM 3 Samboja Barat. Sebab, itu dapat menghilangkan sifat liar satwa dan membuat mereka ketergantungan pada manusia.
Kepala BKSDA Kaltim M Ari Wibawanto mengatakan jalur pintu masuk IKN yang berada di Samboja Barat adalah habitat primata endemik Kalimantan, kecuali Orang Utan.
Sejak banyak wisatawan yang berkunjung ke IKN, satwa-satwa ini kerap muncul bergerombol ke jalan poros untuk meminta-minta makanan. Di antaranya beruk dan ekor panjang.
"Memberi makan satwa liar sama dengan memancing satwa-satwa itu untuk mencari makan di situ. Karena diberi makan oleh manusia, terjadi interaksi perubahan perilaku yang biasanya cari makan sendiri, jadi tergantung pada manusia," katanya, Selasa, 30 Mei 2023.
Kawasan IKN secara keseluruhan dikelilingi hutan yang kondisinya masih baik. Di hutan tersebut seharusnya primata-primata itu hidup secara liar. Tidak hanya beruk dan ekor panjang, tapi bekantan juga dapat hidup dengan baik.
Sehingga, larangan itu bukan tanpa alasan. Sebab kesejahteraan satwa tergantung bagaimana sifat liarnya itu sendiri. Mereka tidak dapat bertahan di dalam hutan, jika terus mengharap makanan dari manusia.
"Kita tidak mau ke depan ada indikasi itu. Kemungkinannya bisa terjadi. Meski yang muncul ini bukan primata yang dilindungi, namun mereka tetap harus liar. Ini menjadi bahan pertimbangan kami, kalau akhirnya mereka tidak bisa mencari makan sendiri, kesejahteraan hidupnya akan terganggu," jelasnya.
Sebenarnya, lanjut dia, permasalahan memberi makan satwa liar itu berdampak pada menumpuknya sampah-sampah di jalur pintu masuk IKN. Tidak tanggung-tanggung, volume sampah plastik terus bertambah setiap hari. Para pengendara motor dan mobil bahkan rela antre membawa makanan berplastik untuk diberi ke kawanan beruk.
"Dua masalah ini saling berkaitan, warga yang melintas dan memberi makan satwa meninggalkan banyak sampah. Volume sampah yang terus bertambah, akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat di wilayah IKN itu sendiri," paparnya.
Pihaknya pun telah mengambil langkah-langkah penanganan pertama. Tahap awal, BKSDA bekerja sama dengan pemerintah setempat dan Lembaga Jejak Pulang, untuk penyisiran sampah dan sosialisasi ke masyarakat terkait larangan memberi makan satwa-satwa liar.
Jika upaya tersebut masih belum efektif, BKSDA berencana melakukan translokasi satwa-satwa yang sudah terlanjur kebiasaan meminta makanan pada manusia yang lewat.
"Untuk sampah, terus kita lakukan penyisiran dan pembersihan rutin. Selanjutnya kita lakukan beragam upaya agar kesejahteraan satwa itu tetap terjaga," jelasnya.