Ilustrasi. MI/Duta
Media Indonesia • 18 June 2023 06:07
SEBAGAI sebuah wacana saja, penggunaan tenaga kerja asing sebagai tenaga pengawas proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang secara ngotot diinisiasi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, sebetulnya sudah tak elok. Sebab, wacana ini memperlihatkan bahwa pemerintah seakan tidak percaya dengan kemampuan dan keahlian rakyatnya sendiri.
Nah, kini lebih parah lagi karena wacana itu rupanya dapat lampu hijau dari Presiden Joko Widodo. Presiden setuju penggunaan tenaga kerja asing sebagai pengawas pada proyek IKN Nusantara demi menjamin kualitas. Ia bahkan melontarkan komparasi yang amat tidak sebanding ketika mengatakan tidak ingin kualitas proyek IKN nanti seperti kualitas SD inpres.
Sungguh aneh membandingkan dua hal yang sejatinya mungkin bisa dikatakan 'berbeda alam' hanya demi membenarkan sebuah rencana yang justru menihilkan kemampuan bangsa sendiri. Kalaupun mungkin banyak bangunan SD inpres ketika itu yang kualitasnya di bawah standar, itu bukan karena ketidakmampuan tenaga kerja kita untuk membangun, melainkan karena anggarannya memang tidak besar.
Kok, tiba-tiba jadi menyamakan kerja membangun SD inpres dengan IKN, apa relevansinya? Yang relevan, mestinya Jokowi membandingkan kemampuan tenaga kerja asing dengan tenaga kerja domestik. Apakah betul ada gap keahlian yang teramat jauh di antara keduanya sampai pemimpin negara pun tidak mau memercayakan pengawasan proyek IKN kepada orang sendiri?
Lagi pula, kalau Presiden tidak percaya dengan kemampuan warganya, bukankah itu menjadi pengakuan bahwa dia gagal membangun mutu sumber saya manusia (SDM), kualitas anak bangsa ini? Bukankah Jokowi sendiri yang dulu gembar-gembor mencanangkan program pembangunan SDM di era kepresidenan dia jilid dua ini? Mana hasilnya kalau untuk tenaga pengawas proyek saja masih membutuhkan tenaga asing?
Kalau begitu, bolehlah publik menduga-duga bahwa yang dikatakan Jokowi, dahulu, hanyalah janji-janji manis di awal masa jabatan. Selanjutnya, mungkin ia lupa atau pura-pura lupa sehingga tak menjadikan pembangunan SDM sebagai fokus kerjanya. Pemerintah sibuk mengejar investasi, sibuk membangun infrastruktur, sibuk mengungkit angka pertumbuhan ekonomi itu baik, tapi semestinya semua itu juga dibarengi dengan program pembangunan SDM yang mumpuni.
Presiden harusnya risau dengan banyaknya tenaga kerja asing yang mengambil pekerjaan di negeri ini. Namun, faktanya, ia bahkan tampak tidak terlalu terganggu dengan kehadiran tenaga-tenaga kerja asing di sejumlah proyek besutan pemerintah. Sebelum proyek IKN, kita bisa lihat betapa banyak tenaga kerja asing yang dipekerjakan di pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, misalnya. Tapi Presiden sepertinya santai-santai saja.
Ketidakseriusan pemerintah membangun SDM itu berbanding terbalik dengan ketekunan Presiden untuk ikut campur dalam urusan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang justru semestinya tidak dia lakukan. Saat ia fokus cawe-cawe urusan pilpres, sudah tentu program lain yang tidak populer seperti pembangunan SDM akan terpinggirkan, setidaknya luput dari perhatian.
Ujungnya, seperti sekarang ini, karena gagal membangun SDM, pemerintah selalu mengambil kesimpulan instan dan jalan pintas. Dengan semena-mena pemerintah menyimpulkan kualitas tenaga kerja kita hanya selevel mereka yang dulu membangun SD inpres. Karena itu, mereka dianggap tak pantas ikut mengawasi pembangunan IKN. Jalan pintasnya, rekrut tenaga kerja asing. Ampun.