Biden Tolak Cabut Komentar Sebut Xi Jinping Diktator

Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Foto: BBC

Biden Tolak Cabut Komentar Sebut Xi Jinping Diktator

Marcheilla Ariesta • 23 June 2023 16:21

Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menilai bahwa komentarnya yang menyebut Presiden Tiongkok Xi Jinping sebagai diktator, tidak akan melemahkan atau merumitkan hubungan AS dengan Negeri Tirai Bambu. Ia bahkan menolak menarik pernyataannya tersebut. 

 

"Gagasan untuk memilih atau menghindari perkataan dari apa yang saya pikirkan adalah fakta yang terkait hubungan dengan Tiongkok, bukan sesuatu yang akan saya ubah," kata Biden, dilansir dari AFP, Jumat, 23 Juni 2023. 

 

Biden berharap akan bertemu dengan Xi dalam waktu dekat, setelah memuji lawatan Menteri Luar Negeri Antony Blinken ke Beijing baru-baru ini. 

 

"Saya pikir itu tidak akan ada dampak nyata," kata Biden mengenai komentar yang dia buat. 

 

Tiongkok menggambarkan komentar awal Biden sebagai sebuah provokasi dan telah melayangkan keberatan kepada Pemerintah AS. 

 

Dalam sebuah acara penggalangan dana di California pekan ini, Biden menyatakan Xi sangat malu ketika sebuah benda yang diduga sebagai balon mata-mata Tiongkok terbang ke luar jalur melewati ruang angkasa AS pada awal tahun ini. Blinken, pada Senin lalu, menyatakan perihal kejadian tersebut sudah harus ditutup. 

 

"Alasan kenapa Xi Jinping sangat marah ketika saya menembak jatuh balon yang dilengkapi dengan dua kotak penuh peralatan mata-mata itu adalah dia tidak mengetahui bahwa benda itu berada di sana," kata Biden kepada para peserta penggalangan dana. 

 

"Itu adalah hal yang sangat memalukan bagi diktator. Ketika mereka tidak tahu apa yang terjadi. Benda itu tidak mengarah seperti yang ditentukan dan itu terbang ke luar jalur," katanya. 

 

Biden sebelumnya menyebut, Tiongkok "pada dasarnya" adalah sebuah kediktatoran. Menurutnya negara itu seperti "sebuah tempat bagi otokrat, diktator," sembari menyatakan tidak ada pemimpin dunia lain yang ingin menjadi seperti Xi. 

 

Xi membawahi sistem satu partai. Hal ini membuat banyak kelompok hak asasi manusia, pemimpin negara-negara Barat, dan akademisi menyebutnya sebagai kediktatoran. 

 

Pasalnya, sistem tersebut kurang memiliki peradilan yang independen, kebebasan pers, atau hak pilih universal untuk jabatan nasional.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)