Meski Neraca Dagang Surplus, Ekspor Tunjukkan Pelemahan Daya Saing

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Meski Neraca Dagang Surplus, Ekspor Tunjukkan Pelemahan Daya Saing

Eko Nordiansyah • 18 March 2025 12:51

Jakarta: Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai neraca perdagangan Indonesia yang mencatat surplus USD3,12 miliar pada Februari 2025 menunjukkan pelemahan daya saing ekspor dan tekanan dari lonjakan impor yang semakin membebani perdagangan nasional.

Sementara neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus USD4,84 miliar. Meski begitu, neraca perdagangan nonmigas mengalami perbaikan dibandingkan USD2,6 miliar pada Februari 2024, tetapi masih lebih rendah dari USD6,6 miliar pada Februari 2023.

"Ini menunjukkan sektor nonmigas masih menjadi penopang utama neraca perdagangan, tetapi dengan tren yang mengindikasikan pelemahan daya saing dan tekanan dari lonjakan impor," tulis laporan Indef dilansir Selasa, 18 Maret 2025.

Meskipun nilai ekspor tumbuh 14,1 persen year on year (yoy), volume ekspor justru terkontraksi sebesar 1,4 persen. Kondisi ini menandakan kenaikan ekspor lebih didorong oleh harga komoditas global daripada peningkatan daya saing industri.

"Penurunan harga batu bara dan nikel menekan nilai ekspor sektor ini, sementara harga minyak sawit yang sedikit pulih membantu menopang ekspor," lanjut Indef.
 

Baca juga: 

BI Nilai Surplus Neraca Dagang Positif untuk Perekonomian Indonesia



(Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com)

Impor Indonesia menunjukkan fluktuasi tajam

Laju pertumbuhan impor Indonesia menunjukkan fluktuasi tajam sepanjang 2024 dan awal 2025. Yang menjadi perhatian adalah kenaikan signifikan pada Februari 2025, di mana nilai impor naik 2,3 persen (yoy), sementara volume impor melonjak drastis hingga 16,4 persen.

"Hal ini bisa diartikan sebagai indikasi meningkatnya permintaan domestik terhadap barang impor, baik dalam bentuk bahan baku, barang modal, maupun konsumsi," tulis laporan Indef lagi.

Kenaikan ini juga didorong oleh impor barang modal dan kendaraan. Peningkatan tajam disinyalir disebabkan impor kendaraan yang menunjukkan tingginya ketergantungan pada produk otomotif luar negeri.

Indef menilai jika kenaikan ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekspor yang sepadan, defisit perdagangan dapat semakin membesar, terutama jika sektor impor yang tumbuh lebih banyak didominasi oleh barang konsumsi daripada investasi produktif.

"Ketergantungan pada ekspor komoditas mentah tanpa diversifikasi industri tetap menjadi risiko utama bagi stabilitas perdagangan Indonesia di masa depan," tulis Indef.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)