Gegara Tarif Trump, IMF Bakal Revisi Proyeksi Ekonomi Global Lagi

Ilustrasi. Foto: dok Metrotvnews.com

Gegara Tarif Trump, IMF Bakal Revisi Proyeksi Ekonomi Global Lagi

Husen Miftahudin • 21 July 2025 08:46

New York: Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memperingatkan risiko terkait ketegangan perdagangan global masih menjadi ancaman utama terhadap prospek ekonomi global. Meskipun terjadi beberapa perbaikan dalam perdagangan dan kondisi keuangan.
 
Wakil Direktur Pelaksana Pertama Dana Moneter Internasional Gita Gopinath mengatakan lembaganya akan memperbarui proyeksi ekonomi global pada akhir Juli.
 
Proyeksi baru tersebut akan mempertimbangkan sejumlah faktor seperti percepatan aktivitas sebelum kenaikan tarif, pengalihan arus perdagangan, serta menurunnya inflasi beberapa negara besar.
 
"Meskipun kami akan memperbarui proyeksi global pada akhir bulan nanti, risiko penurunan tetap mendominasi dan ketidakpastian masih sangat tinggi," jelas Gopinath, dikutip dari Investing.com, Senin, 21 Juli 2025.
 
Sebelumnya IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan global untuk Amerika Serikat (AS) hingga Tiongkok. Hal itu tidak terlepas karena ancaman kebijakan tarif impor yang berada pada level tertinggi dalam satu abad.
 
Saat itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dipangkas sebesar 0,5 poin menjadi 2,8 persen, dan proyeksi tahun berikutnya menjadi 3,0 persen.
 

Baca juga: Fed Sebut Ketidakpastian Tarif Trump Bikin Penurunan Suku Bunga Terhambat


(Presiden AS Donald Trump menunjukan daftar negara-negara dengan besar tarif yang dikenakan. Foto: EPA-EFE/KENT NISHIMURA/POOL)
 

Bank sentral diminta sesuaikan kebijakan moneter

 
Gopinath menyerukan negara-negara untuk menyelesaikan ketegangan perdagangan dan melakukan reformasi domestik untuk mengatasi ketidakseimbangan fiskal, termasuk pengurangan pengeluaran negara dan penempatan utang pada jalur yang berkelanjutan.
 
Ia juga menekankan pentingnya independensi bank sentral, seraya menyarankan agar kebijakan moneter disesuaikan dengan kondisi spesifik di masing-masing negara. Hal ini menjadi salah satu poin utama dalam komunike resmi dari G20.
 
Gopinath mencatat arus modal ke negara berkembang masih lemah namun tangguh, meski ketidakpastian kebijakan dan volatilitas pasar meningkat. Untuk banyak negara peminjam, kondisi pembiayaan masih ketat.
 
Gopinath kembali menyerukan pentingnya mekanisme restrukturisasi utang yang cepat dan efisien, khususnya bagi negara-negara dengan utang tak berkelanjutan. Ia menambahkan negara berpenghasilan menengah juga perlu mendapat akses terhadap Common Framework for Debt Restructuring milik G20.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)