Indef: Perlu Ada Pengawasan Berlapis dalam Pengelolaan Danantara

Ilustrasi Danantara Indonesia Dok Danantara

Indef: Perlu Ada Pengawasan Berlapis dalam Pengelolaan Danantara

Insi Nantika Jelita • 23 February 2025 16:41

Jakarta: Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai perlu ada pengawasan berlapis dalam pengelolaan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Hal ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan hingga korupsi.

"Kita bisa belajar dari Temasek Holdings di Singapura, yang mana pengawasannya harus berlapis," ujar Rizal kepada Media Indonesia, Minggu, 23 Februari 2025.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memuat keberadaan Danantara, menyebut badan pengelola investasi tersebut tidak bisa diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rizal mewanti-wanti pengelolaan Danantara tidak bernasib sama dengan badan investasi milik Malaysia, 1Malaysia Development Berhad (1MDB), yang menjadi sumber skandal akibat penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, hingga pencucian uang oleh pemimpin setempat. 

"Kasus tersebut membuktikan pengawasan internal saja tidak cukup untuk mencegah intervensi politik dan mismanajemen aset," ucap dia. 
 

Baca Juga: 

Danantara Dinilai Peluang, Kekhawatiran Tak Berdasar


Menurut dia, pengawasan terhadap Danantara tidak cukup dilakukan pihak internal atau melalui dewan pengawas dan komisaris. Perlu ada pengawasan dari BPK atau lembaga independen yang memiliki otoritas penuh untuk mengaudit dan menilai kinerjanya secara objektif. Hal ini sebagai bentuk transparansi kepada publik. Jika tidak, risiko penyimpangan akan muncul.

"Tanpa mekanisme check and balance yang melibatkan auditor independen, misalnya BPK, keputusan investasi dan pengelolaan aset bisa berjalan tanpa kontrol," ujar dia.

Selain itu, ketentuan yang menyatakan dewan pengawas, badan pelaksana, dan pegawai Danantara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang terjadi menimbulkan pertanyaan serius tentang akuntabilitas dan tata kelola yang baik. Kebijakan semacam ini berpotensi menciptakan moral hazard atau penyimpangan moral dalam pengelolaan Danantara.

"Pengelola Danantara bisa bertindak tanpa rasa takut dan berpotensi semena-mena terhadap konsekuensi hukum," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)