Uni Eropa. Foto: Unsplash.
Arif Wicaksono • 24 October 2023 14:02
London: Beberapa pengelola keuangan terbesar di Eropa mengatakan bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) belum akan berhenti menaikkan suku bunga.
Legal & General Investment Management, Vanguard Asset Management dan Robeco Groep menuturkan kawasan ini sangat rentan terhadap kenaikan harga jika krisis di Timur Tengah meningkat, dan pasar meremehkan kemungkinan pengetatan suku bunga. Hal ini membuat obligasi pemerintah dengan jangka waktu pendek menjadi sangat rentan.
Pandangan ini bertentangan dengan penetapan harga swap yang menunjukkan jeda ECB hampir terjadi pada minggu ini sehingga hanya ada peluang 10 persen untuk kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan berikutnya.
Di AS, pasar swap menunjukkan peluang sebesar 40 persen untuk kenaikan suku bunga Federal Reserve sebesar seperempat poin lagi.
"Eropa memiliki kerentanan yang lebih besar dibandingkan blok negara maju lainnya,” kata ujar Kepala Strategi Suku Bunga dan Inflasi di Legal & General Christopher Jeffery yang memiliki aset yang dikelola sebesar 2,17 triliun dolar Singapura dikutip dari The Business Times, Selasa, 24 Oktober 2023.
Pada saat yang sama, Presiden ECB Christine Lagarde dan rekan-rekannya perlu mempertimbangkan dampak ekonomi dari kenaikan suku bunga secara hati-hati, bahkan jika harga energi melanjutkan kenaikannya.
Beban utang Italia membuat perekonomian terbesar ketiga di UE ini sangat rapuh dalam menghadapi kebijakan yang lebih ketat.
Kekhawatiran akan terjadinya kebakaran yang lebih luas sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober telah menyebabkan harga minyak mentah Brent naik lebih dari 10 persen.
Gangguan pada rute pelayaran utama seperti Terusan Panama dan cuaca ekstrem yang mengacaukan pasokan bahan pokok menambah faktor-faktor yang dapat membuat angka inflasi Eropa tetap tinggi.
Mandat tunggal ECB terhadap stabilitas harga juga membuat para pembuat kebijakan di Eropa lebih cenderung menaikkan suku bunga di tengah kenaikan biaya energi.