Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka usai mendaftar Pilpres 2024 di KPU. Foto: Tangkapan layar
Jakarta: Komposisi partai politik (parpol) pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka saat ini tergolong lemah ketimbang oposisi. Prabowo-Gibran membutuhkan parpol lain untuk menambah kekuatan di Parlemen.
“Ini menunjukkan Prabowo jika terpilih harus memperkuat tambahan partai politik di Parlemen sekitar satu atau dua partai politik untuk menguatkan partai pendukung pemerintah,” ujar pengamat politik Citra Institute, Efriza, kepada Media Indonesia, Rabu, 27 Maret 2024.
Suara parpol pendukung Prabowo-Gibran hanya memiliki persentase sekitar 43,18 persen. Sementara itu, parpol yang berada di luar pendukung pemerintah sekitar 45,4 persen.
Efriza mengatakan Prabowo-Gibran membutuhkan dukungan political support atau dukungan partai-partai politik untuk pemerintah.
“Dukungan ini untuk mengamankan proses pembuatan perundang-undangan di Parlemen, juga untuk menjamin keputusan dan kebijakan pemerintah tidak diganggu partai-partai yang berada di luar partai pendukung pemerintah,” ungkap dia.
Peluang PKB dan NasDem Masuk Pemerintahan
Dia menilai secara realitas Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang paling berpeluang besar diajak bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Sehingga memungkinkan akan menyisakan dua kekuatan saja yakni PKS dan PDIP saja,” ujar dia.
Bila upaya mengajak kedua parpol itu gagal, tentu kekhawatiran pemerintahan bergoyang di Senayan akan semakin nyata ancamannya.
“Hal ini yang telah disadari oleh Presiden Jokowi ketika mencoba mendekati PKB maupun yang dilakukan oleh Prabowo mendekati Partai NasDem. Presiden Jokowi punya keinginan untuk mengamankan posisi dirinya agar kebijakannya dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo ke depan,” tegas dia.
Idealnya, kata Efriza, Prabowo semestinya tidak perlu memperluas koalisi pendukungnya.
Namun, kekuatan partai politik di Indonesia tidak ada yang masuk dalam kategori partai besar dan atau memperoleh suara mayoritas mutlak.
“Makanya yang terjadi adalah delapan partai politik di Senayan adalah berkategori partai tengah,” ujar dia.
Efriza menuturkan Prabowo mesti melakukan hal yang sama seperti Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo dalam dua periode kepemimpinan mereka, yakni memperbesar mitra koalisinya. Dia menilai mengajak partai politik di oposisi bergabung merupakan langkah masuk akal, ketimbang hanya berusaha merealisasikan janji politiknya dalam menjelaskan visi-misi dan program kerjanya.
“Sebab bagaimana pun jika pemerintah ke depan meyakini lebih baik mereka mendapatkan dukungan yang besar untuk mengamankan kebijakan dan keputusan maupun pembuatan proses perundang-undangan di Parlemen,” ujar dia.
(
Yakub Pryatama Wijayaatmaja)