Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Ramdani.
Husen Miftahudin • 15 December 2023 09:56
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami pelemahan, di tengah menterengnya proyeksi Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Pasifik.
Mengutip data Bloomberg, Jumat, 15 Desember 2023, rupiah hingga pukul 9.30 WIB berada di level Rp15.522 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 20 poin atau setara 0,13 persen dari Rp15.502 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengungkapkan suku bunga The Fed kini telah mencapai puncaknya pada 5,4 persen, dan bank sentral akan menurunkan suku bunga setidaknya tiga kali pada 2024 menjadi 4,6 persen.
Ketua Fed Powell mengatakan, meskipun terlalu dini untuk menyatakan kemenangan atas inflasi, ia masih memproyeksikan prospek inflasi yang lebih rendah pada tahun ini. Sinyal dovish The Fed memicu meningkatnya spekulasi mengenai kapan bank tersebut akan mulai menurunkan suku bunganya.
Harga dana berjangka Fed menunjukkan para pedagang memperkirakan kemungkinan lebih dari 70 persen The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Maret 2024. Pedagang juga mempertimbangkan peluang 67 persen untuk penurunan 25 basis poin lagi di Mei.
"Namun ketidakpastian mengenai penurunan suku bunga kemungkinan akan mengurangi optimisme dalam beberapa bulan mendatang, terutama karena kekuatan ekonomi AS masih dapat memicu peningkatan inflasi. Data terkini menunjukkan inflasi indeks harga konsumen tetap stabil di bulan November, sementara pasar tenaga kerja juga tetap kuat," jelas Ibrahim dalam analisis hariannya.
Di Asia, pasar sekarang menunggu isyarat ekonomi lebih lanjut mengenai Tiongkok dari data produksi industri dan penjualan ritel yang dirilis pada Jumat, setelah serangkaian pembacaan yang mengecewakan di November.
Setelah data inflasi yang lemah awal pekan ini, pembacaan pada Rabu menunjukkan kelemahan yang terus-menerus dalam aktivitas pinjaman dan tingkat likuiditas lokal. Data tersebut mendorong lebih banyak seruan untuk langkah-langkah stimulus dari Beijing, meskipun pemerintah tetap konservatif dalam memberikan lebih banyak dukungan fiskal.
Baca juga: Dolar AS Terus Merosot