idEA Minta Kebijakan Pajak Pedagang E-Commerce Diterapkan Hati-Hati

27 June 2025 12:41

Kementerian Keuangan berencana memberlakukan kebijakan pajak baru bagi pedagang di platform e-commerce. Dalam aturan yang sedang disusun, pedagang dengan omzet antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun akan dikenai pajak sebesar 0,5 persen. Kebijakan ini nantinya mewajibkan wadah e-commerce untuk memotong dan menyetor pajak tersebut langsung ke negara.

Kebijakan tersebut diklaim sebagai upaya pemerintah untuk menyamakan perlakuan pajak antara pedagang daring dengan pedagang di toko fisik. Peraturan ini rencananya akan diterbitkan paling cepat bulan depan.

Namun, rencana tersebut memicu respons dari pelaku industri e-commerce. Sekretaris Jenderal Indonesia E-Commerce Association (idEA) Budi Primawan menyatakan pihaknya telah beberapa kali berdialog dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, namun belum menerima kejelasan soal waktu penerapan aturan.

“Ini masih dalam penjajakan. Kami belum dapat timeline-nya kapan akan diberlakukan. Kami masih mencoba menyampaikan pandangan-pandangan dari kondisi di lapangan,” ujar Budi dikutip dari Zona Bisnis Metro TV pada Jumat, 27 Juni 2025.
 

Baca Juga: Sri Mulyani akan Wajibkan Pajak 0,5% Pedagang Shopee, Lazada, Tokopedia Cs

Terkait argumen pemerintah soal perlakuan pajak yang setara antara pedagang offline dan online, Budi menilai e-commerce selama ini sudah menjalankan kewajiban pajak sesuai aturan. Ia juga menyebut peran marketplace hanya sebagai fasilitator, bukan pelaku usaha langsung.

Marketplace itu seperti mal, yang menyediakan tempat. Tapi pajak tetap menjadi tanggung jawab para pedagangnya. Kalau mal tidak diwajibkan memungut pajak, kenapa marketplace harus?” tegasnya.

Budi juga mengingatkan bahwa penerapan aturan serupa pernah dibatalkan pada 2018 lalu karena dianggap terburu-buru dan tanpa persiapan yang matang. Kini, ia berharap pemerintah lebih berhati-hati, apalagi industri e-commerce masih berada dalam tekanan.

“Sejak 2022 banyak platform tutup, banyak yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Kami minta kebijakan ini jangan diberlakukan dulu, atau setidaknya diberi waktu transisi hingga dua tahun,” katanya.

Jika pajak tetap diberlakukan, Budi mengakui kemungkinan besar beban akan dibebankan kepada konsumen melalui kenaikan harga. Hal ini dapat menambah tekanan pada daya beli masyarakat dan keberlangsungan pelaku usaha daring.

“Kami akan selalu patuh pada aturan. Tapi jika dikenakan, kemungkinan besar akan di-pass on ke harga. Kami harap pemerintah bijak dan memberi waktu untuk penyesuaian,” tutup Budi.

(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)