Biaya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang jauh lebih besar dari negara lain menimbulkan dugaan adanya mark up anggaran. Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak tidak mau gerak cepat untuk mengusutnya.
Setelah masalah kerugian yang diderita sementara PT KAI sebagai pemegang saham mayoritas di PT KCIC selaku operator kereta cepat Whoosh, kini muncul dugaan mark up atau penggelembungan nilai pembangunan kereta cepat tersebut.
Selisih Harga 3 Kali Lipat
Indikasi awal dari dugaan
mark up itu adalah biaya pembangunan yang jauh lebih mahal dari pembangunan serupa di negara lain khususnya Tiongkok. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pembangunan kereta cepat per kilometer (km) di Indonesia mencapai USD52 juta.
Sedangkan di Tiongkok per kilometer biayanya USD17-18 juta. Karena itu, Mahfud MD meminta selisih harga yang mencapai tiga kali lipat itu diselidiki.
"Harus harus diperiksa ini uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu USD52 juta. Tapi di Tiongkok sendiri hitungannya USD17-18. Naik tiga kali lipat kan? Ini siang naikkan siapa? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat USD17 juta. Dolar nih, Amerika! bukan rupiah. Harus diteliti siapa dulu yang melakukan ini," kata Mahfud dalam kanal YouTubenya.
Atas pernyataan Mahfud itu, KPK meminta Mahfud lapor ke KPK.
KPK menyatakan akan proaktif jika ada aduan masyarakat. Namun, Mahfud MD menolak permintaan KPK agar dirinya melaporkan dugaan mark up pembangunan kereta cepat Whoosh. Mahfud mengaku dirinya siap jika dimintai keterangan oleh KPK.
"Lah iya saya siap dipanggil. Kalau dipanggil saya akan datang. Kalau saya disuruh lapor ngapain buang-buang waktu. Yang saya laporkan tuh, KPK sudah tahu kenapa karena sebelum saya ngomong sudah ramai duluan kan? Mestinya KPK manggil orang yang ngomong sebelumnya itu kan banyak banget yang punya daftar pelaku. Kalau saya itu kan pencatat saja," kata dia.
Biaya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mulanya ditetapkan sebesar USD5,5 miliar dolar atau sekitar Rp80 triliun. Pendanaan utama berasal dari pinjaman China Development Bank atau CDB sebesar USD4,5 miliar.
Dalam perjalanannya terjadi
cost overrun atau pembengkakan biaya dari USD5,5 miliar menjadi USD6,07 miliar lalu naik lagi ke USD7,27 miliar atau Rp118 triliun.
Tawaran Tingkok Vs Jepang
Selain biaya rata-rata per kilometer yang jauh lebih tinggi dari pembangunan serupa di Tiongkok, juga terjadi perbedaan yang sangat besar antara harga yang diberikan Tiongkok dibanding yang ditawarkan Jepang. Biaya yang dibutuhkan kereta cepat Jakarta-Bandung yang ditawarkan Jepang adalah USD3,3 miliar.
Angka itu jauh lebih kecil dibanding dengan USD7,27 miliar dalam realisasi pembangunan yang dilakukan pihak Tiongkok. Selain biaya pembangunannya yang jauh lebih mahal, faktor lain yang menjadi masalah adalah besaran bunga.
Bunga untuk pembiayaan yang disediakan Tiongkok mencapai 2 persen per tahun lalu naik menjadi 3,4 persen. Sedangkan bunga yang ditawarkan pihak Jepang hanya 0,1 persen per tahun dengan tenor 40 tahun.
Atas dugaan mark up atau penggelembungan nilai pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, KPK membuka diri bagi siapapun yang memiliki data untuk melaporkan ke KPK.