Fadli Zon: Penulisan Ulang Sejarah Menghapus Bias Kolonial

18 June 2025 08:45

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan tengah menggarap proyek penulisan ulang sejarah nasional. Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia sentris dalam narasi sejarah bangsa.
 
Proyek tersebut mencakup penulisan 10 jilid buku sejarah mulai dari era awal Nusantara hingga masa reformasi. Penulisan dilakukan oleh lebih dari 100 sejarawan dari berbagai universitas di Indonesia. Anggaran yang dialokasikan untuk proyek ini mencapai sekitar Rp9 miliar.
 
Hasil penulisan ulang sejarah direncanakan akan diuji publik pada Juli 2025 dan diluncurkan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2025 mendatang. Dengan penulisan ulang sejarah, pemerintah berharap dapat menghadirkan narasi sejarah yang lebih akurat dan mencerminkan jati diri bangsa.
 
“Jadi ada buku lima jilid yang ditulis oleh Belanda Stapel dipakai sampai tahun 1950-an. Tentu versinya adalah versi kolonialis. Perspektifnya adalah perspektif kolonialis. Ingin kita perbarui, kita buat menjadi Indonesia sentris. Jadi, perspektif Indonesia. Karena dalam perspektif Belanda tentu saja berbeda dengan perspektif Indonesia,” kata Fadli dikutip dari Headline News, Metro TV, Rabu, 18 Juni 2025.
 

Baca: Pernyataan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998 Dikecam, Istana dan Amnesty Buka Suara
 
Sementara itu menurut sejarawan JJ Rizal, proyek penggarapan penulisan ulang sejarah nasional dengan waktu yang begitu pendek akan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Ia mengkhawatirkan akan ada kehilangan aspek intelektualnya.
 
“Setelah tahun 1970 kita tidak pernah lagi melakukan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia. bukan hanya menyangkut ilmu sejarah yang berkembang juga perspektif intelektual dan alasan atau state of art-nya. Alasan kegelisahan kita hari ini tentang hari depan yang yang apa yang harusnya mendorong kita untuk menulis itu itu semakin rumit, semakin kompleks gitu. Dan kalau kita lihat kompleksitasnya ini dengan waktunya yang begitu pendek, saya pikir ini bisa lebih banyak mudarat, bukan manfaatnya,” kata dia.
 
“Itu menghawatirkan dari aspek intelektual. Karena ini tanggung jawab intelektual dan karena itu diskusinya kemudian orang menganggap ini menjadi bukan proyek intelektual tapi ini proyek politik,” tambahnya.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Diva Rabiah)