Pernyataan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998 Dikecam, Istana dan Amnesty Buka Suara

17 June 2025 21:54

Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang meragukan keberadaan pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998 menuai kritik tajam. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk upaya mendiskreditkan kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM, yang telah mendokumentasikan kekerasan seksual sebagai bagian dari rangkaian peristiwa tersebut.

Dalam klarifikasinya, Fadli Zon menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal adanya kekerasan seksual dalam tragedi Mei 1998, melainkan menyoroti perlunya pendekatan berbasis fakta hukum dan uji akademik dalam penulisan sejarah. Ia menyebut istilah pemerkosaan massal masih menjadi perdebatan dan membutuhkan ketelitian dalam penggunaannya.

“Sejarah perlu bersandar pada fakta hukum dan diuji secara akademik. Tidak ada maksud menyangkal kejadian itu,” ujar Fadli Zon dikutip dari Metro Hari Ini Metro TV pada Selasa, 17 Juni 2025.

Sementara itu, Istana melalui Kepala Pusat Komunikasi Otoritas (PCO) Hasan Nasbi meminta publik memberi ruang kepada para sejarawan untuk menyusun sejarah dengan pendekatan akademik. Namun, ia menekankan pentingnya pengawasan publik dalam proses tersebut.
 

Baca Juga: Komnas Perempuan Sebut Korban Pemerkosaan Massal 1998 Ada 168 Orang

“Kita pelototi bersama hasil kerja para sejarawan yang kredibel. Ini bukan soal vonis, tapi soal membuka ruang bagi diskusi akademik,” kata Hasan Nasbi.

Menanggapi hal itu, Usman Hamid menilai justru istilah rumor yang digunakan Fadli Zon tidak mencerminkan sikap akademik yang hati-hati. Ia menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan pada masa itu bukan spekulasi, melainkan fakta yang sudah didokumentasikan secara resmi.

“Anggapan bahwa pemerkosaan massal hanya sebatas rumor justru tidak mencerminkan sikap ilmiah. Korban-korban mengalami penderitaan nyata dan sejarah tidak boleh mengabaikan fakta hukum maupun akademik yang telah ada,” tegas Usman.

Sebelumnya, Fadli Zon mengumumkan proyek penulisan Buku Sejarah Baru Indonesia yang terdiri dari 10 jilid. Proyek ini melibatkan lebih dari 30 perguruan tinggi dan ratusan sejarawan, dengan anggaran APBN sebesar Rp9 miliar. Buku ini direncanakan rampung pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2025.

Fadli memastikan, penulisan sejarah baru dilakukan tanpa intervensi dan berbasis pada metodologi ilmiah serta fakta-fakta keras.

“Yang menulis sejarah ini adalah para sejarawan yang memiliki kompetensi dan metodologi historiografi. Kita harus percaya pada ilmuwan kita,” ujar Fadli Zon.

Meski demikian, polemik terkait pendekatan dan narasi yang digunakan dalam penulisan sejarah tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut. Terutama menyangkut sensitivitas tragedi kemanusiaan seperti Mei 1998.

(Tamar Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)