SPMB: Mudah, Adil, atau Masih Membingungkan?

18 June 2025 17:23

Musim penerimaan siswa baru kembali tiba dengan sistem baru bernama Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). SPMB menggantikan sistem PPDB dan mulai berlaku untuk tahun ajaran 2025–2026 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 3 Tahun 2025.

SPMB bertujuan menciptakan penerimaan siswa yang objektif, akuntabel, transparan, inklusif, dan berkeadilan. Pelaksanaannya dilakukan secara daring menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dikunci satu bulan sebelum jadwal pendaftaran untuk mencegah manipulasi data.

Berbeda dari PPDB yang menggunakan zonasi berdasarkan jarak, SPMB menggunakan jalur domisili berdasarkan wilayah administratif. Selain itu, terdapat tiga jalur lain, yakni afirmasi untuk siswa dari keluarga kurang mampu dan penyandang disabilitas, prestasi untuk siswa berprestasi akademik atau non-akademik (tidak berlaku untuk jenjang SD), dan mutasi untuk anak dari orang tua yang pindah tugas, termasuk anak guru.
 

Baca Juga: Pemkab Jepara Pastikan No Jastip Siswa Baru

Kuota tiap jalur disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Untuk SD, jalur domisili minimal 70 persen, afirmasi minimal 15 persen, dan mutasi maksimal 5 persen. Untuk SMP, domisili minimal 40 persen, afirmasi dan prestasi masing-masing minimal 25 persen, serta mutasi maksimal 5 persen. Sementara di jenjang SMA, domisili minimal 30 persen, afirmasi dan prestasi masing-masing minimal 30 persen, dan mutasi maksimal 5 persen.

Setiap jalur memiliki syarat khusus, seperti kepemilikan kartu keluarga minimal satu tahun untuk jalur domisili, bukti kepesertaan bantuan sosial untuk afirmasi, sertifikat prestasi untuk jalur prestasi. Serta, surat penugasan serta dokumen domisili baru untuk jalur mutasi.

Meski sistem ini diklaim berbasis daring dan efisien, di banyak daerah para orang tua tetap antre sejak dini hari di sekolah untuk memperoleh nomor pendaftaran atau PIN. Hal ini diduga akibat minimnya sosialisasi serta kekhawatiran orang tua terhadap gangguan sistem.

Sejumlah daerah seperti Palembang, Tangerang, dan NTB juga mengalami gangguan akses laman pendaftaran karena tingginya jumlah pengunjung. Tak hanya itu, muncul laporan pungli akibat rendahnya literasi digital, di mana sebagian orang tua membayar pihak lain untuk membantu proses pendaftaran.

Pengamat pendidikan menilai, bahwa tanpa perbaikan serius, digitalisasi SPMB hanya akan menjadi formalitas yang tidak menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Keberhasilan sistem ini dinilai bergantung pada pelaksanaan teknis yang jelas, pendampingan masyarakat, serta ketersediaan infrastruktur yang memadai.

(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)