Fakta-Fakta dan Kronologis Kasus Bongkar Paksa Sengketa Tanah di Tambun

18 February 2025 15:08

Pada 30 Januari 2025 lalu, menjadi hari kelam bagi lima keluarga di Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Bagaimana tidak, rumah yang mereka miliki digusur paksa, bahkan diratakan dengan alat berat. Padahal, mereka telah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) sejak awal menempati tanah tersebut. Apalagi usut punya usut, ternyata rumah mereka tidak termasuk dalam objek sengketa alias salah gusur.

Kasus rumit ini berawal dari 1990. Di mana pemilik tanah seluas 3,6 hektare, Djudju Saribanon Dolly dengan nomor 325 menjual tanahnya kepada Abdul Hamid. Usai membuat akta jual beli (AJB), Djudju memberikan sertifikatnya meski Abdul Hamid baru melunasi uang muka sekitar 20%. 

Kemudian Abdul Hamid akan menjual tanah tersebut melalui perantara Bambang Haryanto. Tak butuh waktu lama Bambang mendapat calon pembeli yakni Kayat. Sertifikat tanah yang masih atas nama Djudju pun berpindah tangan ke Kayat. 

Saat Kayat minta dipertemukan dengan Djudju untuk ganti nama sertifikat, Abdul Hamid menghilang. Saat itu Abdul Hamid belum melunasi pembelian tanahnya pada 1990 dan dilaporkan oleh Djudju ke Polda Metro Jaya. Sehingga menurut Djudju transaksi jual beli antara dirinya dan Abdul Hamid dibatalkan. 
 

Baca juga: Polemik Eksekusi, Mafia Tanah Beraksi?

Setelah itu Kayat menanggung sisa pembayaran Abdul Hamid dan ganti nama sertifikat tanah seluas 3,6 hektare dan menjual tanah tersebut menjadi 4 sertifikat yakni 704, 705, 706 dan 707. Singkat cerita, tanah ini dijual ke berbagai pihak termasuk menjadi Cluster Setia Mekar II.

Pada 1996 anak Abdul Hamid yakni Mimi Jamilah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Cikarang usai ayahnya meninggal pada 1996 bermodalkan AJB yang dimiliki ayahnya. Kasus ini berjalan panjang hingga tingkat kasasi. Perwakilan developer Cluster Setia Mekar II, Abdul Bari menyebut dirinya membeli tanah dari Kayat. Dan saat dicek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak ada permasalahan.

Namun kasus sengketa tanah ini tak mandek di perubutan tanah antara Mimi Jamilah dan warga cluster saja. Saat berbincang dengan korban salah gusur, ditemukan fakta baru. Mereka dipaksa membayar Rp2,5 juta per meter agar tak digusur.

Carut marut kasus tanah di Tambun hanyalah satu dari sejumlah kasus sengketa tanah di Indonesia. Apa benar ada mafia tanah bermain di baliknya?

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)