Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menjalani sidang perdana pada hari ini, Jumat, 14 Maret 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. Ruangan sidang diwarnai dengan peserta yang mengenakan baju bertuliskan #HastoTahananPolitik.
Saat Hasti tiba, Hasto menyebut dirinya merupakan tahanan politik. Ia mengaku sangat menantikan momen persidangan ini.
Dirinya juga bersikukuh bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan tindakan kriminalisasi terhadap dirinya atas kasus suap dan perintangan penyidikan. Diketahui sidang perdananya ini beragendakan pembacaan dakwaan.
"Sikap saya tetap tidak berubah. Apa yang terjadi adalah bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan yang ada di luar sana. Jadi saya adalah tahanan politik," ujar Hasto.
Dirinya mengaku telah membaca dengan cermat surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (
JPU). Ia menilai semua dakwaannya merupakan produk daur ulang.
"Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Begitu banyak manipulasi terhadap fakta-fakta hukum," kata Hasto.
Dari pernyataan Hasto tersebut, kalimat
Hasto Tahanan Politik pun didukung oleh sejumlah peserta sidang yang berada di pihaknya. Mereka terlihat mengenakan kaos berwarna hitam dengan bertuliskan hashtag #HastoTahananPolitik di bagian punggung.
Sebelumnya, Hasto terjerat kasus suap pada proses pergantian antarwaktu (
PAW) anggota DPR, dan perintangan penyidikan. Dalam hal ini, KPK mengungkap adanya dana Rp400 juta untuk menyuap Wahyu Setiawan dari Hasto. Uang tersebut diserahkan melalui staff Hasto yaitu Kusnadi. Kemudian uang dari hasto disebut sebagai operasional pengurusan proses PAW anggota DPR untuk Harun Masiku. Buronan paling dicari itu menyiapkan Rp600 juta untuk menyuap Wahyu.
Kemudian uang itu diserahkan di Ruang Rapat Kantor
DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Dana dari Hasto itu diterima oleh Advokat Donny Tri Istiqomah yang juga mengurusi suap proses PAW Harun ini.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)