Pakar kepemiluan sekaligus penggugat presidential threshold, Titi Anggraini mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20%. Ia menilai keputusan ini sebagai langkah penting yang menegaskan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan rasionalitas konstitusi dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam politik.
Titi berharap Pilpres 2029 menjadi ajang kompetisi politik yang lebih inklusif. Dengan dibukanya ruang kontestasi secara luas oleh MK, masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan dalam menentukan pemimpin.
"Ini kemenangan rakyat Indonesia. Sebanyak 36 permohonan menunjukkan bahwa ambang batas pencalonan presiden memang bermasalah, bertentangan dengan moralitas politik, rasionalitas konstitusi, dan mengandung ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi," ujar Titi seperti dikutip dari
Headline News Metro TV, Jumat 3 Januari 2025.
Ia juga menyoroti pentingnya peran
partai politik untuk memanfaatkan peluang ini dengan serius. Menurutnya, partai politik perlu segera berbenah dan mempersiapkan kader terbaiknya agar dapat bersaing di Pilpres 2029. Menurut Titi, ruang yang telah dibuka MK merupakan momentum bagi partai politik untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan yang mereka tawarkan kepada masyarakat.
Lebih lanjut, Titi optimistis bahwa dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden, potensi
polarisasi dalam masyarakat dapat diminimalisasi.
"Mudah-mudahan polarisasi tidak akan terjadi karena ruang untuk kontestasi sudah dibuka lebar oleh MK," kata Titi.
(Zein Zahira)