Kasus hukum yang menimpa guru honorer Supriyani menyita perhatian luas. Pakar hukum bahkan menilai kasus tersebut seharusnya tidak diselesaikan di ranah hukum. Benarkah kasus ini diproses hukum karena Supriyani menolak membayar uang damai?
Ribuan guru dari PGRI se-Sulawesi Tenggara menggelar aksi solidaritas mengawal sidang Supriyani di Pengadilan Negeri Andolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pekan lalu. Supriyani merupakan guru honorer yang dituduh menganiaya siswanya yang merupakan anak polisi.
Sejumlah guru ini membawa spanduk berisi tuntutan agar Supriyani segera dibebaskan. Tak sedikit pula dari mereka melakukan orasi, bahkan merangsak masuk ke halaman pengadilan dengan memanjat pagar yang dijaga ketat ratusan polisi.
"Kami berharap dari kasus ini tidak ada lagi Supriyani Supriyani lainnya. Sehingga kami guru terbatas untuk melakukan hal-hal apa yang kita lakukan di sekolah," kata salah satu guru.
Kasus Supriyani bermula pada 24 April 2024 ketika Aipda Wibowo Hasyim, seorang anggota kepolisian yang merupakan orang tua siswa kelas 1 SDN 4 Baito melaporkan Supriyani ke Polsek Baito. Supriyani dituduh melakukan penganiayaan.
Pada 16 Oktober 2024, Supriyani ditangkap Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditahan di Lapas Perempuan Kendari. Kasus ini kemudian memicu reaksi di media sosial.
Dari pelaporan pada April hingga akhirnya Supriyani ditangkap pada Oktober itu, ada tindakan pemerasan terhadap Supriyani agar kasusnya tidak berlanjut. Jumlahnya cukup besar yaitu Rp50 juta.
Padahal, gaji supriani sebagai guru honorer hanya Rp300 ribu. Supriyani pun menolak membayar uang damai tersebut.
Sementara itu, Wakapolda Sulawesi Tenggara Brigjen Pol Amur Chandra Juli Buana membantah ada rekayasa dalam kasus guru honorer Supriyani. Ia memastikan penyidik Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan telah profesional menangani perkara ini, mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga dinyatakan P21 oleh Kejaksaan.
Mantan pejabat interpol ini juga mengklarifikasi bahwa tak ada konflik kepentingan antara Kanit Intel Polsek Baito yang merupakan ayah siswa dengan perkara ini.
Polda Sulawesi Tenggara memastikan tetap menerjunkan Tim Propam untuk menyelidiki dugaan kesalahan prosedur dalam perkara ini. Termasuk permintaan uang damai senilai Rp50 juta kepada Guru Supriyani.
"Sebenarnya perkara itu terjadi kebetulan saja, orang tuanya itu adalah anggota kepolisian, kebetulan saja. Tapi penyidik dalam hal ini telah berlaku secara profesional, tidak melihat bahwa ini anak polisi atau bukan. Walaupun itu anak orang lain juga tetap kita akan proses," ungkap Amur.
Buntut kasus kriminalisasi terhadap Supriyani, muncul unggahan para guru menolak mengajar anak polisi. Mereka pun khawatir akan mengalami hal yang sama jika mengajar siswa yang merupakan anak polisi. Pihak PGRI Baito mengeluarkan selebaran mengenai korban dan saksi untuk tidak menerima mereka bersekolah kembali di Kecamatan Baito.
Kasus guru Supriyani sudah menjadi perhatian publik. Pengadilan harus membuat putusan seadil-adilnya. Sementara itu, Polri harus menyelidiki dan mengambil tindakan tegas terhadap jajarannya jika benar terbukti ada pemerasan.