Jakarta: Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto akan hadir mulai tahun ajaran 2025/2026. Sekolah ini berbeda dari sekolah biasa karena sepenuhnya gratis, menggunakan asrama, dan dikhususkan untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
Berbeda dari sekolah pada umumnya, Sekolah Rakyat menawarkan pendidikan berbasis asrama yang sepenuhnya dibiayai negara. Mulai dari makan bergizi, fasilitas belajar, asrama, hingga pelatihan keterampilan seperti coding, keamanan siber, hingga data science. Bahkan pemerintah juga menargetkan kerja sama dengan 100 sekolah swasta dan lembaga filantropi untuk mendukung kesinambungan program.
“Anak-anak yang bersekolah di sini tidak hanya sekolah, tapi juga tinggal di asrama, makan yang bergizi, dan belajar
keterampilan digital,” kata Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat Prof. M. Nuh, seperti dikutip dari
Metro Siang Metro TV, Kamis, 17 April 2025.
Sekolah Rakyat juga dirancang dengan pendekatan seleksi ketat berbasis data kemiskinan. Anak-anak yang bisa mendaftar adalah mereka yang berasal dari keluarga di desil 1 dan 2. Selain tes administrasi dan potensi akademik, akan dilakukan kunjungan rumah dan
wawancara orang tua.
“Seleksi bukan semata-mata nilai, tapi kita lihat potensi dan semangat anaknya, serta kondisi keluarganya,” ujar M. Nuh.
Pada tahap awal, pemerintah menargetkan pembangunan dan renovasi 53 sekolah dengan memanfaatkan fasilitas milik Kementerian Sosial (
Kemensos) atau pemerintah daerah (Pemda). Program ini digarap lintas kementerian, mulai dari Kemensos, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB).
Pendaftaran Sekolah Rakyat akan dibuka pada April 2025, sementara proses belajar dijadwalkan dimulai Juli 2025. Program ini menjadi salah satu upaya besar negara dalam memutus rantai kemiskinan melalui
pendidikan.
“Kalau selama ini anak
miskin harus
‘mbayar’ untuk sekolah, sekarang negara yang
‘mbayar’. Ini bagian dari ‘menyaur utang’ kita pada keluarga miskin,” kata M. Nuh.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)