Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menanggapi kritik dari anggota Komisi IV DPR RI yang mempertanyakan langkah KKP terkait pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tanjung Pasir, Tangerang. DPR menilai KKP kurang sigap, meskipun sudah ada instruksi dari Presiden untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam rapat bersama DPR, Menteri Sakti membeberkan pembongkaran pagar laut tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa prosedur hukum yang jelas. Ia menegaskan pihak yang memasang pagar laut tersebut harus bertanggung jawab, termasuk membongkarnya sendiri.
“Kita tidak bisa asal membongkar. Pagar ini merupakan bagian dari barang bukti, dan harus ada edukasi hukum yang benar. KKP memiliki batasan kewenangan dan tidak bisa bertindak di luar itu,” ujar Sakti seperti dikutip dari Headline News Metro TV, Kamis 23 Januari 2025.
Menteri Sakti mengungkapkan sejak kasus pagar laut ini mencuat, KKP langsung mengambil langkah awal berupa pemeriksaan administratif. Pihaknya memastikan bahwa pagar tersebut tidak memiliki izin, seperti
KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut). Setelah itu, KKP melakukan penyegelan sebagai bentuk tindakan hukum awal.
“Kami sudah melakukan penyegelan di berbagai kasus serupa di Indonesia, termasuk reklamasi ilegal di Batam yang merusak hutan mangrove. Namun, proses pembongkaran membutuhkan keputusan hukum yang jelas, karena jika salah langkah, hal ini bisa berdampak pada temuan BPK atau masalah anggaran,” jelasnya.
Sakti menekankan pembongkaran
pagar laut hanya bisa dilakukan setelah pelaku teridentifikasi dan bertanggung jawab. Selain denda, pelaku juga diwajibkan untuk membongkar sendiri pagar laut tersebut.
“Negara ini memiliki aturan hukum. Siapa pun yang melanggar harus bertanggung jawab, termasuk membongkar pagar yang mereka pasang tanpa izin,” tambahnya.
Menteri Sakti mengakui bahwa ada tekanan dari masyarakat, termasuk di
media sosial, untuk segera menyelesaikan kasus ini. Namun, ia menegaskan bahwa penegakan hukum tidak bisa dilakukan sembarangan.
“Kita harus mengedukasi masyarakat bahwa tindakan ini memerlukan proses hukum yang jelas dan sesuai aturan,” tuturnya.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)