Zein Zahiratul Fauziyyah • 19 August 2025 14:25
Jakarta: Setiap peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, lomba panjat pinang hampir tidak pernah absen dari perayaan. Di berbagai daerah, mulai dari perkotaan hingga pelosok desa, lomba ini selalu menghadirkan suasana meriah. Penonton dibuat tegang sekaligus terhibur oleh aksi peserta yang berjuang memanjat batang pinang licin demi meraih hadiah di puncaknya.
Namun, di balik keseruan itu, panjat pinang menyimpan sejarah panjang yang jarang diketahui masyarakat. Tradisi ini ternyata bukan asli Indonesia, melainkan berasal dari Belanda dan diwariskan melalui masa penjajahan.
Asal-usul Panjat Pinang
Menurut budayawan Rianto Jiang dalam buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal karya Fandy Hutari, permainan serupa panjat pinang pertama kali tercatat pada masa Dinasti Ming di Tiongkok. Permainan tersebut dikenal dengan nama "Qiang Gu" dan erat kaitannya dengan Festival Hantu.
Di Indonesia, panjat pinang mulai dikenal pada era kolonial Belanda sekitar tahun 1930. Kala itu, orang Belanda mengadakan lomba panjat pinang sebagai hiburan dalam berbagai acara, seperti pesta pernikahan, ulang tahun, hingga perayaan kenaikan jabatan.
Hadiah yang digantung di puncak batang pinang biasanya berupa makanan mewah, seperti keju dan gula, atau pakaian. Bagi masyarakat pribumi, barang-barang tersebut dianggap istimewa dan bernilai tinggi pada masa itu.
BACA : 7 Fakta Kemerdekaan Indonesia yang Jarang Diketahui |
Dari Hiburan Kolonial Menjadi Tradisi Kemerdekaan
Meski terlihat meriah, pada masa kolonial lomba ini sarat dengan nuansa diskriminasi. Orang-orang pribumi dipaksa berlomba memanjat batang pinang yang licin, sementara orang Belanda hanya menonton dan menjadikannya hiburan. Bahkan, bagi sebagian kalangan pribumi yang bekerja sama dengan kolonial, perlombaan ini juga kerap digelar dalam lingkungan mereka.
Seiring waktu, tradisi panjat pinang tidak hilang. Justru, setelah Indonesia merdeka, lomba ini diadaptasi dan menjadi salah satu ikon perayaan 17 Agustus. Nilai-nilai yang dulu bernuansa penindasan bertransformasi menjadi simbol perjuangan, keceriaan, dan kebersamaan.
Filosofi di Balik Panjat Pinang
Selain sekadar hiburan, panjat pinang juga mengandung makna yang mendalam. Fandy Hutari menuliskan bahwa hadiah di puncak pohon pinang dapat diibaratkan sebagai simbol kemerdekaan. Untuk meraihnya, dibutuhkan perjuangan, kerja keras, serta gotong royong.
Peserta harus saling menopang dan bekerja sama agar dapat mencapai puncak. Dan ketika hadiah berhasil diraih, hasilnya dibagi rata untuk semua, melambangkan semangat kebersamaan dalam menikmati hasil perjuangan.
Kini, panjat pinang bukan lagi simbol penindasan kolonial, melainkan wujud kegembiraan rakyat Indonesia dalam merayakan kemerdekaan. Lebih dari itu, lomba ini juga mengingatkan bahwa kemerdekaan tidak dapat dicapai sendiri, melainkan melalui perjuangan bersama.
Jangan lupa saksikan MTVN Lens lainnya hanya di Metrotvnews.com.