Jakarta: Analis Ekonomi LPEM FEB UI, Teuku Riefky mengingatkan pemerintah Indonesia agar berhati-hati dalam melakukan transisi energi menjadi energi yang ramah lingkungan atau ekonomi hijau. Perlu pengkajian lebih matang dalam mengukur kemampuan daya beli masyarakat.
"Yang menjadi isu sekarang adalah bagaimana melakukan transisi energi ini secara smooth. Dalam arti bagaimana transisi energi ini bisa dilakukan dengan mengukur kesiapan masyarakat," ujar Riefky, Selasa, 23 Januari 2024.
Baca: Mahfud Kesal Sebut Pertanyaan Gibran Receh |
Beberapa negara yang melakukan pengkajian tidak matang berdampak pada meroketnya sejumlah harga komoditas. Fenomena ini dikenal dengan istilah
greenflation. Istilah yang menjadi viral setelah disinggung oleh Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut dua,
Gibran Rakabuming Raka dalam debat Pilpres 2024 putaran keempat.
Menurutnya, komitmen transisi energi tidak bisa instan. Harus mendapat dukungan dari semua elemen masyarakat. Jika tidak dilakukan secara hati-hati, isu ini akan dipandang sebagai suatu kepentingan politik.
"Kalau kemudian menjadi isu politik, justru masyarakat menjadi antipati. Menjadi tidak simpatik dengan rencana transisi energi yang dilakukan oleh pemerintah," kata Riefky.
Dalam debat sebelumnya,
Gibran mencontohkan Prancis terkait fenomena greenflation. Pemerintah Prancis dinilai tidak melalukan pengkajian yang matang, sehingga rakyatnya protes akibat kenaikan harga sejumlah komoditas yang terlalu mahal.
Riefky melihat apa yang terjadi di Prancis tidak seperti di Indonesia. Pemerintah Prancis dinilai terlalu agresif dalam menerapkan pajak agar bisa cepat beralih menggunakan energi yang ramah lingkungan.
"Terjadi kenaikan harga secara masif, daya beli masyarakat turun. Kemudian terjadi protes," katanya.