Liku-liku kasus dugaan penyalahgunaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024 belum kunjung menemukan titik terang. Hingga kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menentukan siapa tersangka dugaan kasus yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp1 triliun itu. Bahkan, ada gejala KPK belum hendak menentukan tersangka meski sudah mencegah sejumlah nama untuk bepergian ke luar negeri.
Tidak mengherankan bila ada yang menyebut bahwa lembaga antirasuah itu mulai menyerah menangani dugaan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 itu. Mestinya, bila sudah gamblang menemukan alat bukti, KPK tetap tegak lurus bekerja tanpa kerap menyampaikan beragam pernyataan yang kian tidak jelas ujung pangkalnya, apalagi sampai menyebut kasus itu berpeluang menyeret sejumlah nama besar.
Pernyataan anggota A'wan PBNU KH Abdul Muhaimin yang mendesak KPK cepat menentukan tersangka amat patut didukung. KPK jangan ragu, bahkan takut dalam menangani kasus kuota haji tersebut. Apalagi, KPK sudah menaikkan status kasus kuota haji itu ke tahap penyidikan sejak 9 Agustus dini hari lalu.
Itu artinya KPK sudah menemukan dugaan tindak pidana korupsi dan siapa tersangka dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan haji yang diduga menyimpang hingga merugikan negara hingga Rp1 triliun itu. Perhitungan kerugian itu berangkat dari pembagian tambahan kuota haji 2024 sebanyak 20 ribu kuota dari pemerintah Arab Saudi. Secara aturan, kuota haji itu mestinya dibagi dengan proporsi haji reguler 92?n haji khusus 8%.
Faktanya, pembagian porsi tambahan kuota itu tidak mengikuti aturan yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umrah. Kemenag malah membagi tambahan kuota itu menjadi 50% untuk haji reguler dan 50% haji khusus melalui surat keputusan menteri. Undang-undang pun kalah oleh SK menteri.
Padahal, bila pembagian tambahan kuota haji itu mengikuti aturan, langkah itu bisa memangkasbantrean beberapa ribu calon jemaah dari jalur reguler untuk diberangkatkan ke Tanah Suci. Mereka yang dengan taat mengantre belasan tahun dan telaten menabung demi bisa menunaikan ibadah haji itu jelas berharap masa tunggu keberangkatan mereka bisa diperpendek setelah adanya kuota tambahan itu.
Namun, harapan itu sirna oleh aksi culas para pihak yang mengutak-atik aturan. Mereka yang mestinya melayani jemaah dengan sebaik-baiknya malah menjadikan tambahan kuota itu sebagai 'mainan baru' penghasil uang. Melalui SK Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, dugaan aksi menjadikan tambahan kuota itu sebagai proyek tercium menyengat.
Maka, ketika KPK bergerak cepat menelusuri dugaan praktik busuk itu, publik menyambutnya dengan gembira dan antusias. Sayangnya, antusiasme masyarakat itu lambat laun meredup seiring dengan berputar-putarnya penyidikan kasus dugaan penyalahgunaan pembagian tambahan kuota haji itu.
KPK tidak kunjung menetapkan seorang pun menjadi tersangka dari kasus itu. Mereka masih meminta keterangan dari berbagai saksi. Publik tentu memahami kekecewaan ataupun rasa geregetan dari pengurus PBNU karena mereka menilai kian lama KPK mengulur siapa tersangka kasus itu, kian liar pula spekulasi berkembang. Bahkan, sampai menyeret-nyeret nama institusi PBNU dalam pusaran kasus.
Maka, tidak ada jalan lagi bagi KPK untuk terus berada di jalur lambat dalam menyidik kasus dugaan rasuah kuota haji itu. Ketika kerugian negara sudah diketahui, sudah ada pencegahan sejumlah nama bepergian ke luar negeri, dan telah tergambar dugaan modus kejahatan, mestinya siapa yang diduga menjadi aktor aksi culas itu sudah bisa diungkap.
KPK mungkin bisa meminta masyarakat untuk bersabar. Namun, ke mana alur kasus itu dituju juga mesti jelas. Penetapan tersangka segera, misalnya, bukan sekadar prosedur hukum melainkan juga kebutuhan agar kasus itu tidak berlarut-larut.
Selama belum ada kepastian hukum, ruang spekulasi akan terus terbuka. Isu yang digoreng bisa berkembang dan merugikan banyak pihak. Dengan ketegasan, KPK dapat memastikan kasus ini tidak menjadi bola liar. Langkah cepat dan profesional akan membuat semua terang-benderang. Publik tidak butuh drama serial panjang, karena yang dibutuhkan adalah kejelasan dan keadilan.