Polemik 4 Pulau Milik Sumut, Warga Aceh Tolak Keputusan Kemendagri

13 June 2025 16:45

Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil, sebagai bagian dari wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), menimbulkan polemik. Masyarakat Aceh menolak keputusan tersebut.

Ratusan warga yang terdiri dari tokoh adat, aktivis LSM, akademisi, hingga nelayan di Aceh Singkil, berkumpul dalam deklarasi menolak keputusan tersebut. Mereka menegaskan bahwa keempat pulau itu secara historis, administratif, dan geografis merupakan bagian dari Provinsi Aceh, khususnya Aceh Singkil.

Anggota DPD asal Aceh, Sudirman, menyampaikan langsung dari lokasi bahwa pulau-pulau tersebut memiliki bukti sejarah kuat yang menunjukkan keterkaitannya dengan masyarakat Aceh. Infrastruktur seperti musala, rumah nelayan, dan tugu perbatasan pun telah dibangun oleh Pemerintah Aceh sejak lama.

Tokoh masyarakat Aceh Singkil, Subkiyadi, turut menyatakan bahwa tidak ada keharusan bagi Pemerintah Aceh untuk menggugat keputusan Kemendagri. Sebab, menurutnya, bukti kepemilikan baik de facto maupun de jure sudah mutlak dimiliki oleh Aceh.

Ia juga menyebut bahwa saat pertemuan yang difasilitasi Kemendagri di Jakarta, pihak Aceh menyerahkan dokumen lengkap. Sementara pihak Sumut tidak memiliki dokumen pendukung.

Penolakan juga datang dari anggota DPD lainnya, Azhari Cage. Ia menolak keras wacana pengelolaan bersama empat pulau tersebut. Baginya, ide tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap hak milik Aceh. Ia mendesak Pemerintah Aceh agar bersikap tegas dan tidak tunduk pada tekanan pihak lain.
 

Baca Juga: Legislator NasDem Respons Polemik Peralihan Pulau di Aceh

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Aceh, Ali Basrah, menyatakan bahwa pihaknya akan segera meminta klarifikasi langsung dari Kemendagri dan telah menjadwalkan rapat bersama sejumlah pihak terkait. Termasuk Bupati Aceh Singkil dan Ketua DPRD setempat.

Menanggapi polemik ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan bahwa keputusan tersebut sudah melalui proses panjang sejak 2008 dan melibatkan banyak instansi.

Ia menyatakan bahwa garis batas wilayah ditarik berdasarkan kesepakatan batas darat yang berdampak pada batas laut. Namun, Tito membuka ruang dialog dan mediasi, serta mempersilakan jika pihak Aceh ingin menempuh jalur hukum.

Di sisi lain, Pemerintah Aceh melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Syakir, menyatakan bahwa Aceh memiliki dokumen kesepakatan bersama (SKB) tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut saat itu, yang disaksikan oleh Mendagri. Dokumen ini dijadikan dasar kuat bahwa empat pulau tersebut secara administratif adalah bagian dari Aceh.

Sengketa ini diketahui telah berlangsung sejak masa kolonial Belanda pada 1920-an. Lalu kembali mencuat pada 2008 ketika verifikasi rupa bumi dilakukan. Kemendagri bahkan mencatat bahwa ribuan pulau di Indonesia masih belum memiliki kepastian administratif.

Gubernur Sumut Bobby Nasution juga telah menemui Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan menyatakan bahwa keputusan bukan berasal dari pemerintah provinsi, melainkan dari pusat. Ia berharap dialog tetap dilakukan agar keharmonisan antarwarga kedua provinsi tetap terjaga.

Selain itu, Kemendagri pun menyatakan siap memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara. Guna mencari solusi terbaik bagi polemik ini.

(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Gervin Nathaniel Purba)