Jakarta: Presiden Prabowo Subianto memberikan hak prerogatifnya kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto pada Jumat, 1 Agustus 2025. Tom Lembong resmi bebas karena menerima abolisi. Sementara Hasto Kristiyanto bebas karena menerima amnesti. Lantas apa perbedaan dari keduanya?
Presiden memiliki tiga hak prerogatif dalam pemberian ampunan bagi narapidana yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ketiga hak tersebut adalah amnesti, grasi, dan abolisi.
1. Amnesti
Hak prerogatif presiden yang pertama adalah amnesti. Amnesti yang diterima oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Hasto Kristiyanto dari Presiden Prabowo atas hukuman yang dijatuhkan kepada dirinya di pengadilan.
Amnesti merupakan hak presiden dalam menghapuskan segala akibat hukum dari tindak pidana tersebut, baik pidana pokok maupun pidana tambahan. Pemberian amnesti kepada narapidana harus dengan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Amnesti dapat diberikan kepada narapidana dengan perkara yang belum maupun yang sudah diputus oleh pengadilan.
2. Abolisi
Hak prerogatif presiden yang kedua adalah abolisi. Abolisi diberikan oleh Presiden Prabowo kepada
Tom Lembong pada Jumat lalu. Abolisi merupakan penghentian seluruh proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindakan pidana.
Abolisi dapat menghapuskan akibat hukum dari tindak pidana dengan tetap memperhatikan pertimbangan dari DPR. Abolisi hanya dapat diberikan sebelum adanya putusan pengadilan.
Jadi perbedaan antara amnesti dan abolisi secara spesifik terletak pada pemberian title kepada narapidana yang menjadi sasaran. Narapidana yang mendapat amnesti setelahnya tetap mendapat julukan mantan narapidana, sedangkan abolisi tidak ada kata mantan pidana karena semua akibat hukumnya telah dihapuskan.
3. Grasi
Hak prerogatif presiden yang terakhir adalah Grasi. Grasi merupakan pengampunan yang diberikan presiden kepada narapidana, baik berupa perubahan, pengurangan. peringanan, maupun penghapusan pelaksanaan pidana. Grasi diberikan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Berbeda dengan dua lainnya, grasi diberikan dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
(Alfiah Ziha Rahmatul Laili)