Tarif 32% AS Berpotensi Lumpuhkan Industri Tekstil

10 July 2025 16:13

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana memperingatkan bahwa kebijakan tarif impor 32 persen dari Amerika Serikat (AS) yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025, berpotensi melumpuhkan industri padat karya nasional, terutama sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Jika pemerintah tidak mengantisipasi, puluhan pabrik berorientasi ekspor ke AS terancam kolaps.

“Kalau tarif 32 persen ini benar berlaku, maka industri TPT kita yang ekspor ke AS akan terpukul hebat. Pabrik-pabrik garmen bisa runtuh, lalu merembet ke produsen tekstil, produsen benang, hingga filamen. Ini ancaman deindustrialisasi sektor padat karya,” ujar Danang dikutip dari Zona Bisnis Metro TV pada Kamis, 10 Juli 2025.

Menurutnya, ekspor TPT ke AS menyumbang hampir setengah dari total ekspor sektor tersebut. Jika kehilangan pasar, dampaknya akan terasa dalam waktu singkat. Ia bahkan menyebut, berdasarkan pengalaman krisis sebelumnya, industri hanya bisa bertahan paling lama enam bulan hingga satu tahun tanpa intervensi kebijakan.

Danang juga menyoroti pentingnya perlakuan adil di pasar domestik. Selama ini, industri lokal kalah bersaing dengan barang impor jadi yang masuk dengan mudah dan harga sangat murah. Jika pemerintah bisa menertibkan arus impor tersebut, maka produk ekspor yang terdampak tarif AS masih bisa diserap pasar dalam negeri.
 

Baca Juga: Indonesia Tawarkan Deregulasi Perdagangan untuk AS

“Pemerintah terlalu longgar dalam kebijakan impor barang jadi. Kalau ini tidak diatur, bagaimana kami bisa bersaing secara sehat di pasar lokal?” kata Danang.

Ia berharap negosiasi perdagangan Indonesia dengan AS bisa menghasilkan kesepakatan sektoral, terutama untuk produk TPT yang merupakan industri strategis penyerap tenaga kerja. Menurutnya, AS seharusnya juga mempertimbangkan bahwa mereka tak lagi memiliki basis industri padat karya, sehingga seharusnya tarif untuk TPT bisa dinegosiasikan lebih rendah.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan pihaknya saat ini masih menanti sikap resmi pemerintah terkait kebijakan tarif resiprokal Presiden Donald Trump.

“Proses diplomasi masih berjalan dan peluang kesepakatan tetap terbuka. Tapi kita perlu langkah konkret untuk meminimalisir dampaknya,” kata Shinta.

Ia menyebutkan, meskipun ekspor ke AS hanya sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia dan kontribusi ekspor terhadap PDB sekitar 21 persen, sektor-sektor seperti tekstil, sepatu, dan furnitur sangat bergantung pada pasar AS. Tambahan beban tarif akan semakin menekan industri padat karya yang kini sudah menghadapi tantangan berat, termasuk PHK dan penutupan pabrik.

“Ini adalah momen krusial. Pemerintah harus bertindak cepat, jangan sampai pasar ekspor kita direbut negara lain, seperti Vietnam,” pungkas Shinta.

(Tamara Sanny)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)