Mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) hadir di Showbiz Metro TV. Rita Louisa dan Vini Nur Hidayah mengungkapkan babak baru mereka dalam dugaan penyiksaan yang dialaminya. Setelah pertemuan di Komisi III DPR, keduanya mengaku gemetaran saat melihat langsung terduga pelaku Jansen.
Jason Sambouw dari Showbiz menelusuri fragmen-fragmen kisah dugaan penyiksaan dan eksploitasi yang menghebohkan jagad Indonesia.
Kemarin akhirnya anda bertemu (terduga pelaku) Jansen Manangsang saat di Komisi III DPR. Apa yang terbesit di hati saat anda melihat wajahnya?
Vivi (V): Saya merasa takut melihat wajahnya. Masih takut, tapi saya merasa geregetan (geram). Saya kira saat itu saya berpeluang bicara ke DPR, tapi tidak diberi kesempatan. Saya geregetan hingga menangis. Mengapa saya tidak mendapat kesempatan untuk bicara? Traumanya masih ada. Tidak mungkin bisa hilang karena diperlakukan demikian (disiksa) sejak kecil.
Rita (R): Yang pasti saya merinding sampai rapatnya selesai. Mendengar nama pelaku mau hadir saja kami merinding semua. Kami akhirnya merinding hingga tersedak-sedak. Saya teringat tipu muslihatnya saat dia bicara membuat kami semua tahu, itulah ‘cara dia’.
Anda semua bisa saja meluapkan amarah saat bertemu terduga pelaku. Bisa saja berteriak atau memaki. Namun mengapa rasa takut yang besar menghentikan itu?
(R): Saya itu sebetulnya ingin naik meja. Teman saya sudah lihat saya geregetan ingin berdiri. Kami sudah tahu watak dan cara dia Jansen menyampaikan pembelaan.
Melihat Franz, Jansen, dan Tony membantah di media, mereka bilang tidak ada eksploitasi dan perlakuan buruk terhadap pemain OCI bagaimana tanggapan anda?
(V): Saya merasa sakit hati karena saya mengalami penyiksaan itu fakta. Dari kecil hingga kami beranjak dewasa kami mengalami penyiksaan tersebut. Maka dia bilang tidak itu sangat berbohong.
Memang sulit membuktikannya karena pada saat itu buktinya tidak ada. Hanya saja saksi dan korbannya sangat banyak.
Apa anda pernah melapor ke kepolisian?
(V): Betul, saat itu saya melapor ke Mabes Polri pada 1997. Saya bilang ‘Pak, saya dipukuli, saya tidak tahu orang tua saya, saya tidak punya identitas karena dari kecil sudah diambil oleh keluarga Manangsang dan Sumampau’.
Mereka menjawab ‘Kamu disiksa? Kamu punya bukti tidak bukti visum?’. Saya bilang ‘Bukti visum itu seperti apa?’. Saya jelaskan kami tidak memahami proses hukum harus merekam visum dan kejadiannya telah terjadi pada beberapa tahun lalu.
Lalu polisi mengatakan ‘Oh tidak bisa, berarti kedaluwarsa’. Mendengarnya sangat kecewa.
Kemudian pada tahun yang sama sempat ada mediasi kekeluargaan. Tapi itu hanya dilakukan kepada anak-anak yang di bawah umur dari saya karena waktu saya kabur masih ada anak-anak di bawah 15 tahun di tangan mereka.
Pak Tony sempat mengatakan ‘Apa yang saya mau?’ saya bilang ‘Saya mau anak-anak itu digaji, tidak disiksa, disekolahkan, jangan seperti saya. Cukup saya yang mengalami penyiksaan itu. Saya juga mau tahu siapa orang tua saya,’
Tony mengatakan saya diberikan oleh seorang ibu saat kamu dua tahun. Nama Ibu saya Tuti dan dia sudah almarhum (wafat). ‘Identitas kamu saya enggak tahu. Soal hak kamu selama bekerja di sini akan diselesaikan secara kekeluargaan’.
Lebih spesifiknya, hak apa yang anda tuntut kepada Tony?
(V): Saya ingin tahu orang tua, identitas saya. Itu menyulitkan saya saat hendak menikah. Orang tua saya saja tidak tahu apalagi bintinya. Umur saya pun tidak tahu tepatnya berapa. Umur saya masih kira-kira.
Bagaimana anda kabur dari keluarga itu?
(R): Saya kabur dari sana setelah 10 tahun bergabung di OCI. Saya ingat saya kabur saat sedang show di Medan pada usia sekitar 14 tahun.
Saya terbesit tiba-tiba untuk kabur, instan saja. Karena sebelum kabur saya merasa sudah terlampau sakit. Saya memanjat pagar seng setinggi dua meter. Mungkin kedengaran suaranya, tapi intinya saya bersyukur sudah terselamatkan.
Apa yang terjadi sebelum anda kabur?
(R): Saya disiksa dengan dibanting, diangkat, dibanting lagi berulang kali, ditendang, dilempar, itu Franz yang melakukan. Ia membanting tubuh saya ke lantai. Karena saya bermain akrobat sama Franz, jadi setiap latihan saya dilempar sesuka hati dia.
Kalau pukulan itu Jansen. Bakiak ia lempar, lalu diambil lagi, timpuk lagi. Kelakukan keduanya disaksikan teman-teman, senior, dan semuanya.