Suharso: Gagasan Awal Tapera Sukarela

5 June 2024 20:52

Menteri PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menegaskan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah ada dalam UU dan bersifat sukarela.

Meski begitu, Suharso mengatakan pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk membahas kembali terkait kebijakan Tapera.

"Karena asal muasalnya begitu ya, ini untuk yang namanya menabung dipaksa nggak? Kata menabung itu bukan kata yang punya definisi memaksa," ungkap Suharso, di Dedung DPR RI, Jakarta, dilansir Media Indonesia, Rabu, 5 Juni 2024.

"Jadi misal saya pernah ditanya begini, saya bilang contoh tabungan haji orang yang mau naik haji, dia nabung, satu ketika dia bisa naik haji, kalau ini ya untuk bisa beli rumah sesuai kapasitas dia menabung," ucap dia.

Selain itu, menurut Suharso, ide Tapera merupakan kepercayaan publik kepada pemerintah. Suharso menilai pemerintah harus memproduktifkan sehingga masyarakat menabung memiliki arti.

Tapera, kata Suharso, merupakan akumulasi modal oleh masyarakat yang bersifat sukarela. Suharso menyampaikan hal tersebut juga dipelajari olehnya dari Singapura.

"Saya belajar dari Singapura yang punya CPF itu, tapi untuk penduduk yang sudah establish dari hal penghasilan pendapatan dan pekerjaannya, dan kita jauh lebih besar dari Singapura backlog kekurangan bisa 2-2,5 kali jumlah penduduk Singapura tiap tahun," jelas dia.

Tapera untungkan pemerintah

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda mengungkapkan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai akan lebih menguntungkan pihak pemerintah dibanding para pelaku usaha dan pekerja.

Menurutnya, permasalahan Tapera ini mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera. Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah.

“Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen. Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Nopita Dewi)