Kasus korupsi pembagian 20 ribu kuota haji tambahan yang diperoleh pemerintah Indonesia dari Kerajaan Arab Saudi kini diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah orang termasuk petinggi di Kementerian Agama telah dipanggil untuk dimintai keterangannya.
Bagaimana Islam memandang kasus ini?
Ketua Dewan Pembina Yayasan Ummu'l Quro Depok Ustaz Ali Fikri memberikan pandangan tegas mengenai bagaimana
Islam memandang kasus ini. Ia menyoroti fakta bahwa terdapat ketidakadilan yang terjadi akibat pengambilan hak jemaah yang sudah menanti keberangkatan haji selama belasan tahun.
"Pertama adalah terkait dengan adanya pengambilan hak dari jemaah yang sudah mengantri belasan tahun. Lalu ada jemaah yang memang akhirnya bisa berangkat hanya dengan 0 tahun," kata Ustaz Ali, dikutip dari tayangan
Metro Siang,
Metro TV, Jumat, 3 September 2025.
Kondisi ini, kata Ali, menunjukkan adanya pelanggaran prinsip-prinsip Islam yang sangat mendasar. Pelanggaran ini bertentangan dengan ajaran
Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
“Yang pertama tentu saja, Al-Qur’an mengajarkan kita untuk taat pada janji-janji dan aturan-aturan yang sudah ada dan harusnya kita mematuhi hal tersebut,” tegasnya.
Selain itu, Ustaz Ali Fikri menekankan pentingnya memahami konsep antrean dalam konteks ibadah haji dari perspektif Islam. Antrean yang telah dijalani dengan sabar selama bertahun-tahun harus dihormati dan dijaga haknya. Ketika ada pihak yang menerobos antrean dengan menggunakan cara-cara tidak sah, hal itu jelas melanggar prinsip keadilan dan ketertiban yang diajarkan dalam syariah Islam.
"Jelas ini bertentangan dengan konsep syariah Islam," ujarnya.
Pandangan Ustaz Ali Fikri ini mengingatkan kita bahwa korupsi kuota haji bukan sekadar masalah administratif atau hukum semata, melainkan sebuah pelanggaran etika dan moral menurut ajaran Islam. Ibadah haji adalah ibadah yang sakral, yang seharusnya dijalankan dengan penuh kejujuran dan keadilan.