16 May 2025 08:34
Bau tak sedap datang dari perhelatan Pilkada 2024 yang hingga kini belum tuntas. Tepatnya, pada pelaksanaan pemilihan Bupati Barito Utara, Kalimantan Tengah. Hanya ada dua pasangan calon (paslon) dan keduanya terungkap melakukan praktik politik uang. Tidak tanggung-tanggung, satu suara dibeli oleh pihak paslon dengan harga sampai dengan Rp16 juta.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mendiskualifikasi kedua paslon dan memerintahkan pemungutan suara ulang dengan paslon yang baru. Pemungutan suara yang dilakukan pada 22 Maret 2025 itu sebetulnya sudah merupakan pemungutan suara ulang (PSU) yang diperintahkan MK.
PSU pada Maret itu pun hanya berlaku di dua tempat pemungutan suara (TPS) karena ditemukan penyalahgunaan hak pilih dalam pemungutan suara serentak 27 November 2024. Namun, untuk perkara kali ini, putusan MK mendiskualifikasi semua paslon berimplikasi pemungutan suara ulang harus dilakukan di semua TPS di Barito Utara. Partai-partai pengusung mesti mengajukan paslon baru karena tidak ada kontestan yang tersisa.
MK menilai kedua paslon telah melakukan pelanggaran serius berupa politik uang sehingga sudah cacat hukum. Mereka mencederai prinsip-prinsip pemilihan umum dalam konstitusi, yakni Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Mahkamah ingin memberikan efek jera kepada para calon, tim pemenangan, maupun partai-partai politik pengusung mereka.
Ketegasan MK memberikan contoh bagaimana seharusnya menindak pelaku politik uang. Tanpa penindakan yang tegas, praktik 'serangan fajar' itu akan terus marak dari pilkada ke pilkada, dari pemilu ke pemilu.
Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu RI, sampai dengan pemungutan suara pada 27 November lalu, temuan dugaan politik uang sedikitnya 130 kasus. Patut diyakini, jumlah sesungguhnya jauh lebih banyak ketimbang yang didapati maupun yang diadukan ke Bawaslu.
Baca juga: MK Diskualifikasi Semua Paslon Pilkada Barito Utara |