Saut Situmorang Sentil Pimpinan KPK Abaikan Koordinasi dengan TNI

28 July 2023 20:25

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyentil pimpinan KPK yang dipimpin oleh Firli Bahuri terkait penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsda Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Arif Budi Cahyadi. Saut heran KPK bisa lupa koordinasi dengan Mabes TNI.

KPK, kata Saut, sudah berpengalaman dalam menangani berbagai kasus yang bersinggungan dengan aparat militer. Misalnya, kasus korupsi pembelian helikopter AW-101. KPK harus berkoordinasi dengan TNI untuk menyelidiki kasus tersebut. 

Terlebih, aturan dalam berkoordinasi dengan instansi yang berwenang sudah diatur dalam Undang-Undang KPK Pasal 42 Tahun 2002. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi KPK bisa mengabaikan koordinasi dengan Mabes TNI.

"Saya pikir mereka paham itu," kata Saut, dalam program Primetime News Metro TV, Jumat, 28 Juli 2023.

Saut mempertanyakan pengawasan dari pimpinan KPK. Seharusnya sosok pimpinan bisa mengawasi anak buahnya agar tidak melakukan kesalahan fatal.

"Pimpinan tidak menginspirasional anak-anaknya lagi, atau mereka bergerak tanpa memikirkan risiko," kata Saut.

Saut juga menyentil Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Seharusnya mereka juga turut mengawasi permasalahan ini.

"Dewas turun tangan juga. Tapi Dewas tidak bisa diharapkan juga belakangan ini," ujar dia

Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
 
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.

Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
 
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
 
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.

Dalam kasus ini, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku..

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)