Pansel Diminta Eliminasi Capim KPK yang Punya Rekam Jejak Cacat

17 July 2024 10:44

Sebanyak 525 orang telah mendaftarkan diri untuk seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masyarakat menantikan kandidat seleksi agar dapat bekerja maksimal dan mengeliminasi rekam jejak yang cacat.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menjelaskan, seleksi Capim dan Dewas 2019 lalu dianggap sangat buruk. Salah satu faktornya ialah pengabaian nilai integritas dan partisipasi masyarakat.

"Partisipasi masyarakat dikesampingkan, pengabaian nilai integritas. Ini yang menyebabkan KPK mendapatkan komisioner-komisioner yang bermasalah," jelas Kurnia kepada Metro TV dalam program Metro Pagi Prime Time, Rabu, 17 Juli 2024.

Kurnia menyebut Komisioner KPK terdahulu membuat masyarakat trauma. Ia tidak ingin permasalahan itu terjadi kembali pada 2024. 

"Maka pasca ditutupnya pendaftaran Capim dan Dewas KPK, masyarakat harus benar-benar memperhatikan kerja dari Pansel Komisioner dan Dewas KPK, jangan sampai kesalahan pada 2019 diulangi kembali pada 2024," tutur Kurnia.

Kurnia menyebutkan perlunya perlakuan yang sama kepada seluruh peserta seleksi tanpa memandang latar belakang institusi pendaftar. "Walau ada empat perwira tinggi polri yang terdaftar, jangan sampai ada perlakuan khusus yang diberikan pansel kepada insitusi-institusi negara tertentu. Semua orang sama di hadapan hukum, begitu pula pada proses seleksi komisioner dan dewas KPK," ujar Kurnia.

Firli Bahuri Dianggap Sebagai Produk Gagal Seleksi Capim KPK

Kurnia menegaskan perlunya perhatian terhadap rekam jejak pelanggaran-pelanggaran yang dimiliki peserta seleksi Capim dan Dewas KPK. Pengabaian terhadap aspek ini dinilai akan melahirkan komisioner-komisioner yang bermasalah seperti Firli Bahuri.

"Apabila terdapat pendaftar yang merupakan internal KPK, kami berharap agar Pansel benar-benar mencermati rekam jejak terkait dugaan pelanggaran kode etik, Pansel harus aktif mencari tahu detail laporan kepada dewan pengawas, kalau pernah disidangkan, apa fakta persidangannya, jangan sampai Pansel hanya mengandalkan ada atau tidak putusan dugaan pelanggaran kode etik di Dewas" jelas Kurnia.

Lebih lanjut, Kurnia menjelaskan bahwa rekam jejak yang dimaksud bukan hanya rekam jejak hukum. Namun juga rekam jejak etik.

"Contoh pada 2019 lalu, saat Pansel telah diingatkan oleh masyarakat mengenai sosok yang punya permaslaahan besar dalam konteks kode etik yaitu Firli Bahuri, namun tetap diloloskan bahkan menjadi Ketua KPK. Dan terbukti, Firli memang bermasalah karena sudah menjadi tersangka dalam kasus SYL," ungkap Kurnia

Pansel harus mengedepankan nilai akomodatif karena di dalam Undang-Undang KPK disebutkan tugas dari Panitia Seleksi Komisioner dan Dewas KPK adalah meminta tanggapan masyarakat. "Justru aneh ketika masyarakat memberikan masukan sebagai dukungan terhadap lembaga anti korupsi, lembaga justru mengabaikan," pungkas Kurnia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Diva Rabiah)