Bedah Editorial MI: Nestapa Pohon di Tahun Pemilu

18 January 2024 08:59

Bak cendawan di musim hujan, dalam beberapa bulan terakhir ruang publik dipenuhi poster, spanduk, hingga baliho berukuran raksasa di musim kampanye pemilu ini. Semua alat peraga kampanye (APK) digunakan para calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden (capres) untuk meperkenalkan diri sekaligus minta dipilih oleh masyarakat di hari pencoblosan 14 Februari nanti.

Tak ada satu pun wajah caleg atau capres yang cemberut. Semuanya tersenyum hangat bersahaja di APK itu, sekali pun ia mantan narapidana korupsi. Namun jika spanduk atau poster itu dipasang serampangan oleh tim sukses mereka, sudah barang tentu calon pemilih mereka yang akan dibuat cemberut.

Pasalnya, tidak sedikit APK yang tidak sedap dipandang mata, misalnya karena dipasang bergerombol di satu titik tanpa tertata rapi. Bahkan, tidak sedikit APK yang membahayakan pengguna jalan karena dipasang seadanya sehingga tidak kuat berdiri saat ditiup angin. 

Supaya kuat berdiri, tidak sedikit para tim sukses menggunakan pohon sebagai penyangganya. Tinggal dipaku, kelar urusan, poster bisa bertengger hingga berbulan-bulan.

Hal itu yang saat ini luput dari perhatian penyelenggara pemilu, baik itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Keduanya malah saling lempar siapa yang bertanggung jawab untuk menertibkan APK di pohon itu. Keduanya baru sama-sama akur bahwa pemasangan APK di pohon melanggar Pasal 70 huruf (h) Peraturan KPU No 15/2023 tentang Kampanye Pemilu.

Secara keseluruhan, Pasal 70 Peraturan KPU melarang APK ditempel di tempat ibadah, rumah sakit, dan tempat pendidikan, baik di gedung atau halamannya. APK juga dilarang dipasang di gedung atau fasilitas pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana prasarana publik, taman serta pepohonan.

Pertanyaannya, apakah para tim sukses caleg dan capres tidak tahu adanya aturan itu? Rasanya mustahil, karena mereka pasti orang berpendidikan dan berakal. Sederhananya, tidak mungkin caleg atau capres memilih orang tidak paham aturan sebagai anggota tim sukses mereka.

Kemungkinan yang ada ialah para tim sukses itu tidak mendapat instruksi untuk mengindahkan larangan itu. Atau bisa juga sudah ada instruksi, namun tim sukses di akar rumput yang bersikap bodo amat, yang penting poster sudah dipasang.

Para caleg dan capres bersama tim sukses mereka pastinya adalah orang-orang yang pernah makan bangku sekolahan. Mereka mestinya paham batang pohon akan menjadi rusak dan membusuk akibat dipaku. Dalam hitungan singkat, pohon yang dipaku akan keropos di bagian dalamnya, menjadi sarang semut, dan kemudian mati. 

Jika satu pohon mati, hilang satu paru-paru dunia. Jika ada seribu pohon yang mati, seribu paru-paru yang akan hilang. 

Gampang banget memang menghilangkan salah satu fungsi vital kehidupan dunia itu, tapi tak segampang membuat paru-paru baru. Sebuah pohon baru bisa berdiri kokoh dan kuat dengan dedaunannya yang rindang membutuhkan waktu bertahun-tahun. 

Sejak bangku sekolah dasar kita semua sudah diajarkan, pohon dalam berfotosintesisnya akan menguntungkan kehidupan di sekelilingnya, termasuk manusia, karena menyerap karbondiosida (CO2) dan kemudian mengubahnya menjadi oksigen murni. Setiap hari pohon berfotosintesis, setiap hari pula oksigen dipancarkan pohon ke udara.

Bisa dibayangkan bagaimana nasib kita jika di lingkungan kita tidak ada pohon karena banyak yang mati gara-gara poster wajah caleg dan capres itu. Sesak napas pastinya akan menjadi dampak jangka pendek akibat minimnya oksigen bersih di lingkungan kita. Jangka panjangnya, ya menjalani hidup dengan kondisi sakit-sakitan karena tiap hari mengirup udara yang berkualitas buruk.

Kita mesti mendorong penanggung jawab pemilu, termasuk pemerintah, untuk menghentikan aksi vandalisme itu. Tidak ada satu pun alasan untuk jadi pembenaran aksi merusak mereka.

Kepada masyarakat, utamanya pemilik hak suara, kini saatnya kita menghukum para caleg dan capres yang memasang poster di pohon itu supaya mereka jera. Caranya gampang, jangan pilih mereka.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Silvana Febriari)