Jakarta: Perempuan masih menjadi kelompok yang rentan terhadap kekerasan. Data terbaru dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa hingga April 2025 saja, sudah tercatat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Angka ini menambah deretan panjang tren kekerasan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada 2016 tercatat sekitar 7.474 kasus, maka pada 2024 angka itu melonjak drastis hingga 27.658 kasus. Lonjakan ini menunjukkan bahwa meskipun kesadaran publik meningkat, namun perlindungan terhadap perempuan masih jauh dari kata ideal.
Tren ini semakin mencemaskan dengan adanya dua kasus kekerasan seksual yang terjadi baru-baru ini, yang korbannya adalah perempuan. Salah satunya bahkan terjadi di ranah yang seharusnya menjadi tempat aman, fasilitas kesehatan. Seorang pasien menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang
dokter residen, mencoreng profesi yang seharusnya menjunjung tinggi etika dan keselamatan pasien.
Selain kekerasan fisik dan seksual, pemaksaan kontrasepsi terhadap perempuan juga menjadi sorotan. Banyak perempuan yang dipaksa menggunakan metode kontrasepsi tanpa persetujuan atau pemahaman yang cukup, padahal metode ini dapat berdampak pada keseimbangan hormon dan kesehatan jangka panjang. Padahal
kontrasepsi seharusnya menjadi pilihan bersama dalam rumah tangga, termasuk melibatkan peran laki-laki.
KemenPPPA mencatat, dari ribuan kasus yang tercatat hingga April 2025, 15 di antaranya masuk dalam kategori kekerasan seksual. Namun angka ini diyakini bisa jauh lebih besar karena banyak kasus yang belum dilaporkan akibat rasa takut, tekanan sosial, hingga budaya patriarki yang masih mengakar kuat.
Peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan ini seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pihak. Diperlukan upaya nyata, bukan hanya dari pemerintah tetapi juga dari lingkungan sosial, keluarga, dan institusi publik, untuk menciptakan sistem perlindungan yang benar-benar berpihak pada perempuan.
(Tamara Sanny)