Pengadilan Tipikor memvonis Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dengan hukuman lima tahun penjara. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni delapan tahun penjara. Emirsyah juga divonis untuk membayar uang Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sebelumnya Emirsyah Satar dituntut hukuman pidana selama delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidar enam bulan kurungan. Emir diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi dari pengadaan pesawat CRJ-1000. Kuasa hukum dari Emirsyah juga mengatakan akan mengkaji lagi vonis terhadap kliennya dan berencana akan banding.
Emirsyah Satar sempat memprotes penanganan kasus dugaan rasuah pengadaan pesawat CJR-1000 dan ATR 72-600 yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia menilai perkaranya serupa dengan yang ditangani
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kini sudah inkrah.
“Pada sidang saya yang terdahulu tahun 2020 di KPK, dakwaan yang diberikan kepada saya adalah sama dengan dakwaan yang diberikan saat ini, yaitu mengenai pengadaan Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600,” kata Emirsyah saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli 2024.
Dalam persidangan Emirsyah menyebut permasalahan di Kejagung berkaitan dengan penerimaan uang dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soenarjo. Menurutnya, tuduhan itu sudah diakui dalam kasus di KPK yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Saat itu, saya mengakui dan menyesal atas kekhilafan saya karena telah menerima pemberian dari Soetikno Soedarjo, yang merupakan teman lama saya,” ucap Emirsyah.