28 October 2025 08:10
Berita tentang seorang pelajar sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Kulon Progo, DIY, kecanduan judi daring atau judi online (judol) sungguh membuat dada sesak. Terlebih, pelajar yang diketahui berasal dari keluarga tidak mampu itu kemudian terjerat pula oleh pinjaman online (pinjol).
Fakta itu mempresentasikan banyak kegagalan. Pertama, kegagalan negara menghadang penetrasi judol yang dalam beberapa tahun ini teramat kuat. Kedua, kegagalan sistem pendidikan, terutama dalam hal pendidikan karakter dan budi pekerti. Ketiga, ketidakmakasimalan pemerintah memberdayakan ekonomi masyarakat miskin sehingga mereka memilih 'lari' mencari peruntungan lewat judol.
Sebaran racun judol memang mengerikan. Alih-alih berkurang, praktik judi yang dilakukan melalui platform digital itu semakin hari justru semakin meracuni masyarakat. Apa yang terjadi di Kulon Progo itu membuktikan bahwa penetrasi judol mampu menyasar ke segala arah. Dari masyarakat kecil hingga kaum elite terjangkit. Hampir semua kelas usia, dari anak-anak sampai lanjut usia pun ikut terpapar judol.
Yang paling memprihatinkan tentu saja sebarannya ke anak dan remaja. Data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada November 2024 lalu menyebutkan sebanyak 200 ribu anak usia di bawah 19 tahun telah terpapar judol. Lebih mengenaskan lagi, dari jumlah tersebut, 80 ribu di antaranya adalah anak di bawah usia 10 tahun.
Hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) semakin menguatkan hal itu. Data kuartal I-2025 yang dikumpulkan PPATK menunjukkan jumlah deposit judol yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 tahun sebesar lebih dari Rp2,2 miliar dan usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar. Angka fantastis yang sangat membuat miris.
Betul, pemerintah sudah melakukan sejumlah langkah untuk menghadang laju paparan judol. Akan tetapi, harus diakui, mereka kerap kehilangan fokus dalam menangani penyakit masyarakat ini. Ketika terungkap sebuah kasus yang jadi perhatian publik, penanganannya heboh. Namun, begitu atensi publik berkurang, gerakan mereka juga ikut menyurut. Ramai sebentar di satu momentum, tapi beringsut sepi setelah momentumnya hilang.
Baca Juga :