17 October 2023 19:55
Temuan KPK tentang cek senilai Rp2 triliun di rumah dinas mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah diperiksa oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasilnya bukti dokumen cek tersebut adalah cek bodong atau palsu.
PPATK telah mendapatkan konfirmasi dari pihak bank bahwa nilai yang dikeluarkan tidak sesuai. Kedua, nama Abdul Karim Daeng Tompo yang tertulis di dalam cek sudah lama diduga sebagai pelaku penipuan, karena PPATK sudah menemukan modus serupa di banyak lokasi.
Sebelumnya melalui siaran pers, KPK mengaku telah menemukan cek senilai Rp2 triliun di rumah dinas SYL. KPK menyebut cek yang ditemukan masih diselidiki apakah ada kaitan dengan perkara Kementerian Pertanian (Kementan) atau tidak.
Kasus ini bermula ketika Syahrul diduga membuat kebijakan personal terkait pungutan maupun setoran di internal Kementan. Uang yang terkumpul dipakai untuk kepentingan pribadinya dan keluarganya. Kasdi dan Hatta menjadi perantara eks mentan itu.
Setoran dan pungutan itu juga dilakukan dengan transfer, hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa. KPK menyebut dananya berasal dari realisasi anggaran Kementan sampai permintaan uang ke vendor proyek.
Dalam kasus ini, Syahrul meminta Kasdi dan Hatta menarik uang mulai dari USD4 ribu sampai dengan USD10 ribu. Dana itu ditarik dari direktur jenderal, kepala badan, sekretaris di tiap eselon I di Kementan.
KPK menyebut permintaan uang dari Kasdi dan Hatta merupakan representasi dari Syahrul. Dana itu ditagihkan tiap bulan. Uangnya dipakai membayar cicilan kartu kredit sampai mobil Alphard.
Syahrul, Kasdi, dan Hatta diduga menerima Rp13,9 miliar. Penyidik masih mendalami aliran dana lain yang diduga masuk ke kantong ketiga orang tersebut.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Syahrul turut disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.