19 July 2023 09:48
Komisi X DPR mendesak Kemendikbudristek untuk segera merevisi secara menyeluruh kebijakan PPDB. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR dengan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek pada 12 Juli 2023.
"Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbudristek RI untuk melakukan revisi secara menyeluruh terhadap kebijakan PPDB termasuk merevisi Permendikbudristek No.1 Tahun 2021 tentang PPDB dengan mempertimbangkan permasalahan yang terjadi dan berkembang di masyarakat," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf.
Rapat itu dihadiri oleh Sekjen Kemendikbud Sunarti, Irjen Kemendikbudristek Chatarina Girsang, Dirjen Dikdasmen Iwan Syahril, dan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kiki Yuliati.
PPDB sistem zonasi telah menimbulkan masalah, sejak pertama kali diberlakukan pada 2017. Orang tua siswa ditengarai melakukan berbagai cara, agar tetap bisa masuk sekolah favorit, meski berdomisili jauh dari zona sekolah tersebut. Akibatnya, calon siswa yang berdominisili lebih dekat, tidak mendapat tempat.
Sejumlah cara yang ditempuh untuk mengakali zonasi, antara lain titip kartu keluarga atau titip kartu keluarga (KK), dengan memasukkan nama siswa pada KK yang berada dalam zonasi sekolah favorit. Dengan KK barunya, siswa ini memenuhi persyaratan untuk mendaftar di sekolah pilihannya.
Cara lainnya yang ditempuh adalah jual beli kursi, dengan pihak sekolah. Oknum sekolah menjanjikan akan memasukkan sang anak ke sekolahnya tapi membayarkan sejumlah uang.
Kejadian curang itu sudah berlangsung selama bertahun tahun sejak diberlakukan PPDB sistem zonasi menunjukkan bahwa sistem tersebut memiliki sejumlah kelemahan di antaranya tidak ada larangan calon siswa menumpang KK, demi memenuhi persyaratan PPDB zonasi.
Kelemehan lainnya, jarak antara sekolah dan rumah siswa ini tidak diatur dengan jelas, apakah jarak dihitung mulai dari tengah sekolah atau dari pagar luar terluar atau dari bagian sekolah.
PPDB sistem zonasi menunjukkan adanya celah, sehingga PPDB menjadi ladang mencari uang bagi sebagian oknum.
Akibat terjadi berbagai modus kecurangan itu, lebih dari empat ribu siswa dibatalkan pendaftarannya sebagai peserta didik baru, oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat. Sebabnya adalah manipulasi data kependudukan.
Setelah Dinas Pendidikan melakukan verifikasi ulang, banyak ditemukan calon siswa yang domisilinya tidak sesuai dengan dokumen yang diserahkan, sebagai upaya agar bisa diterima di sekolah negeri yang dituju.