Jakarta: Polemik kenaikan tarif PBB-P2 atau Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di sejumlah daerah masih menjadi sorotan publik. Di berbagai wilayah, kebijakan ini menuai protes warga hingga berujung aksi demonstrasi.
Pada minggu lalu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah menjadi trending karena ramainya aksi demonstrasi terkait dengan kebijakan Bupati Sudewo yang berencana menaikkan tarif PBB-P2.
Rencana pemerintah daerah menaikkan tarif PBB-P2 ternyata bukan hanya di Pati. Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan misalnya, pemerintah setempat menaikkan PBB-P2 hingga 300%. Hal itu sontak menuai penolakan warga.
Pemerintah sendiri mengklarifikasi bahwa kenaikan rata-rata hanya 60%, karena terjadi penyesuaian zona nilai tanah yang tidak berubah sejak 14 tahun lalu.
Baca juga: Pajak Bumi dan Bangunan Naik, Rakyat Menjerit |
Sementara di Jombang, Jawa Timur tarif PBB-P2 naik berkisar dari 700% hingga 1.200%. Alasannya untuk menjalankan amanah keputusan pemerintah sebelumnya.
Sementara di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah kenaikan PBB-P2 mencapai 400%. Hal ini sebagai sebuah bentuk penyesuaian nilai riil transaksi tanah di kawasan strategis.
Namun rencana tersebut akhirnya ditunda dan akan dilakukan pengkajian ulang dari pemda setempa, karena ada surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri yang meminta pemerintah daerah memperhatikan suara rakyat.
Yang kemudian viral adalah di Kabupaten Pati. Tuntutan untuk membatalkan kenaikan PBB-P2 mulai menguat pada 7 Agustus. Keesokan harinya, pemda setempat akhirnya membatalkan keputusan tersebut.
Meski kenaikan PBB-P2 telah dibatalkan, ribuan masyarakat Pati tetap melakukana aksi di kantor bupati dan DPRD Pati pada 13 Agustus dengan tuntutan penurunan tarif PBB, memperhatikan kesejahteraan guru honorer, dan mendesak pemaksulan bupati.
TKD mengalami pemangkasan
Penetapan kenaikan PBB-P2 memang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Tapi kenaikan tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan secara nasional. Peristiwanya pun bersamaan dengan pengumuman RAPBN 2026, yang salah satunya mengenai transfer ke daerah (TKD).
Seperti diketahui, alokasi TKD 2025 sebesar Rp848 triliun, sementara pada 2026 mengalami pemangkasan menjadi Rp650 triliun, atau turun sebesar 23,35%.
Meski TKD dipangkas sebesar 23,35%, Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa belanja pemerintah pusat di daerah lebih besar.
Namun, kebijakan tersebut menuai kritik, salah satunya dari Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios yang menyatakan bahwa selain bertentangan dengan semangat desentralisasi fiskal, efek dari sentralisasi anggaran membuat ruang fiskal pemda makin sempit.
Sementara menanggapi kenaikan tarif PBB-P2 ditengarai dipicu akibat pemangkasan anggaran dari pemerintah pusat, Mensesneg Prasetyo Hadi membantah hal tersebut. Prasetyo menyatakan bahwa kenaikan PBB di berbagai daerah merupakan kebijakan masing-masing daerah, karena setiap pemerintah daerah memiliki kebijakan dan kondisi fikalnya masing-masing yang bisa berbeda-beda dari satu kabupaten dengan kabupaten lainnya.
Sumber: Redaksi Metro TV