Jakarta: Beras premium sulit ditemukan di sejumlah ritel modern akibat ketakutan para produsen setelah maraknya kasus beras oplos. Pakar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Ghandi, menyebut kelangkaan ini disebut dengan regulatory fear effect.
Maksud dari regulatory fear effect, yakni pengaruh rasa takut terhadap suatu regulasi. Kasus beras oplos yang terjadi hingga menyebabkan pemerintah memberikan hukuman bagi para produsen beras besar yang melakukan pengoplosan, menjadi penyebab ketakutan para penggiling padi untuk menyuplai ketersediaan stok beras.
Respon tersebut yang kemudian menjadi penyebab stok beras di ritel modern menjadi langka. Untuk mengatasi hal tersebut Ghandi mengatakan bahwa pemerintah harus membuat regulasi tegas untuk memastikan standar beras yang dipasarkan.
"Oleh sebab itu solusinya kalau menurut saya ya seharusnya pemerintah sebagai regulator ya, baik khususnya yang melakukan pendistribusian, Bulog ataupun Bapanas itu bisa segera membuat suatu keputusan sehingga tidak menakutkan, khususnya tentang regulasi yang disebut dengan beras oplosan ataupun campuran," ujar Ghandi, dikutip dari
Metro Siang, Metro TV, Kamis, 28 Agustus 2025.
Satgas Pangan Polri juga mengungkapkan hal yang sama. Sejumlah produsen takut melakukan penjualan, menyusul adanya pengusutan kasus beras oplosan.
Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf menyatakan, kelangkaan beras premium di berbagai toko ritel di sejumlah daerah di tanah air terjadi bukan karena stok beras yang kurang, tetapi karena produsen takut untuk menjual produknya.
Ketakutan para produsen beras untuk menjual produknya ini terjadi seiring dengan langkah penegak hukum, yang tengah mengusut kasus beras oplosan. Pihak kepolisian meningkatkan semua produsen beras kemasan untuk mengikuti aturan yang berlaku. Jika tidak sesuai dengan standar, maka beras bisa dijual secara curah.
(Alfiah Ziha Rahmatul Laili)